Bahaya! Jutaan Nyawa Manusia Terancam, Pakar Sebut Tsunami Setinggi 20 Meter Berpotensi Hantam Selatan Jawa, Begini Penjelasannya

Kamis 21 Okt 2021, 06:00 WIB
Ilustrasi Tsunami Besar (Foto: Istimewa)

Ilustrasi Tsunami Besar (Foto: Istimewa)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Seorang peneliti sekaligus pakar Geologi dari Pusat Riset Geoteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Yulianto menyebut aka nada potensi terjadinya tsunami besar setinggi 20 meter yang akan melanda wilayah di Indonesia.

Bahkan tsunami besar tersebut jika memang benar terjadi bisa menelan lebih dari 28 juta nyawa manusia.

Disebutkan juga bahwa tsunami besar itu akan memang sangat berpotensi terjadi di Pulau Selatan Jawa pada tahun 2030 mendatang.

Menurut Eko, tsunami besar tersebut besar kemungkinan akan terjadi dikarenakan timbulnya Gempa bumi bernama megathrust.

Gempa bumi megathrust merupakan sebuah gempa bumi interlempeng yang paling kuat di dunia ini, dengan besaran momen yang dapat melebihi 9,0

Maka dari itu, tsunami yang diakibatkan oleh gempa tersebut juga memiliki gelombang yang sangat besar juga dan akan menimbulkan banyak korban jiwa.

Hal tersebut disampaikan oleh Eko Yulianto dalam sebuah konten video yang diunggah di kanal YouTube “Siti Fadilah Supari Channel” pada Senin (18/10/2021).

"Korban jiwa akan menjadi sangat besar, hitungan saya, saya memproyeksikan karena pulau Jawa, pulau terpadat di dunia, tahun 2030 itu ada 28,3 juta orang yang terpapar tsunami di selatan Jawa," ujar Eko.

Akan tetapi dari puluhan juta orang yang akan terdampak bencana tsunami itu, tidak semuanya akan mati.

Sejumlah manusia masih bisa dikatakan selamat apabila sudah banyak mempersiapkan diri untuk bisa selamat dari sekarang.

"Kalau kita mengabaikan ancaman itu, pokoknya udah ya mati-matilah, ya sudah mungkin korbannya akan sangat banyak, sangat besar, kerugiannya juga mungkin sangat besar," paparnya.

Ada beberapa penyebab yang disebutkan oleh Eko bisa membuat tsunami besar itu bakal memakan banyak korban.

Beberapa diantaranya yakni ada bandara yang posisinya 300-400 meter dari garis pantai, banyak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) plus industri seperti pabrik semen yang ada di sekitar selatan Jawa.

Maka dari itu Eko tetap mengimbau agar pemerintah dan masyarakat bisa dengan baik memperhitungkan segala aspek risiko dari bencana alam yang sewaktu-waktu bisa terjadi.

"Kalau kita tidak menyiapkan diri, kita boleh semangat membangun perekonomian,” ucap Eko.

“Tapi bagi saya memasukan aspek penghitungan risiko bencana dalam pembangunan ibaratnya adalah cutting lost kalau dalam investasi, kita mencegah kerugian yang lebih besar," tambahnya.

Jika sejak saat ini tidak dilakukan adanya antisipasi secara khusus maka bukan tidak mungkin tsunami besar itu bisa tiba-tiba menerjang kawasan sekitar selatan Jawa.

"Datangnya pasti tiba-tiba," pungkasnya.

Banyaknya korban jika menurut Eko akan sangat berpengaruh besar terhadap sejumlah pembangunan yang massif dilakukan di sekitar selatan Jawa.

"Makanya pada konteks selatan Jawa, kita tahu pemerintah sekarang inginnya menghidupkan perekonomian di selatan Jawa, membangun bandara, jalan kereta, dan lain-lain," tuturnya.

Eko menuturkan yang jadi poin pentingnya adalah masyarakat bisa berbondong-bondong datang ke pembangunan yang ada disekitar pantai dan itu menjadi kekhawatiran apabila adanya bencana besar terjadi.

Infrastuktur akan lebih mudah dilindungi apabila adanya bencana besar, tetapi tidak dengan nyawa manusia.

"Tinggal disitu, beraktifitas, sehingga risiko korban jiwanya akan sangat besar," imbuh Eko.

Sebelumnya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMG) mencatat 25 wilayah rawan terkena bencana gempa bumi dan tsunami (tsunamigenik), salah satunya, yaitu Kabupaten Wonogiri.

Kawasan sepanjang 7,6 km di Kecamatan Paranggupito, Wonogiri, yang berbatasan langsung dengan laut sering diterjang gelombang tinggi.

Setidaknya, ada enam pantai di Wonogiri yang disebut berpotensi terdampak apabila tsunami terjadi.

Keenam pantai tersebut adalah Nampu, Waru, Kalimirah, Sembukan, Klotok, dan Dadapan.

Bukan hanya wilayah Wonogiri, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati memberi peringatan kepada Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, juga meminta masyarakat mempersiapkan skenario terburuk berupa gempa dan tsunami yang berpotensi terjadi di wilayah tersebut.

Peringatan itu bertujuan untuk menghindari dan mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami yang mengintai pesisir selatan Jawa yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia.

"Berdasarkan hasil penelitian, wilayah Pantai Pacitan memiliki potensi tsunami setinggi 28 meter dengan estimasi waktu tiba sekitar 29 menit. Adapun tinggi genangan di darat berkisar sekitar 15-16 meter dengan potensi jarak genangan mencapai 4 - 6 kilometer dari bibir pantai," kata Dwikorita dalam rilisnya, Minggu (12/9).

Adapun skenario yang perlu disiapkan adalah berlatih melakukan evakuasi mandiri jika menerima Peringatan Dini Tsunami maksimal 5 menit setelah gempa terjadi. Dalam hal ini, mereka disarankan untuk mengungsi ke daratan yang lebih tinggi jika merasakan guncangan gempa yang besar.

"Untuk masyarakat yang berada di pantai, tidak perlu menunggu perintah, aba-aba, atau sirine. Segera lari karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit, sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh." lanjut Dwikorita.

Dwikorita kembali menegaskan bahwa peringatan tersebut masih bersifat "potensi", yang artinya bisa terjadi, bisa juga tidak. Namun jika masyarakat giat berlatih evakuasi, jumlah korban jiwa maupun kerugian materi bisa diminimalisir.

Selain itu, skenario ini juga bertujuan untuk mempersiapkan upaya mitigasi bencana yang lebih komperehensif. Dengan begitu, masyarakat maupun pemerintah tidak terlalu kebingungan jika bencana itu benar-benar terjadi.

"Jika masyarakat terlatih maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut," sambungnya.

Lebih lanjut, Dwikorita meminta pemerintah daerah untuk menyiapkan sarana dan prasarana khusus untuk mengevakuasi kelompok lanjut usia (lansia) dan difabel. Pemda Pacitan juga diharuskan untuk menggencarkan edukasi mengenai potensi bencana kepada masyarakat. (cr03)

Berita Terkait
News Update