Seorang wanita guru bertanya pada dua muridnya, wanita bernama Tuti, dan yang kedua lelaki bernama Udin.
Sang guru bertanya lebih dulu kepada Tuti, “Apa cita-cita kamu, Tuti?”
Maka dengan antusias sang murid pun menjawab panjang lebar.
“Saya mau jadi orang kaya. Oleh sebab itu saya harus menimba ilmu, sekolah sampai jenjang pendidikan tinggi. Saya mau jadi dokter, pingin bangun rumah sakit. Saya juga mau bangun sekolah, pesantren. Saya mau jadi pengusaha, biar cari uang yang banyak, punya rumah mewah, mobil mewah, biar nggak hidup sengsara, seperti sekarang ini!”
“Hebat, cita-cita kamu," ujar sang guru. Lalu dia bertanya pada Udin. “Kalau kau Udin, apa cita-cita kamu?”
Dengan tenang Udin menjawab. "Saya mau nikah sama Tuti!”
Boleh tersenyum simpul atau tertawa, silakan. Tapi, itu hanya sekadar ilustrasi, gurauan yang muncul di medsos.
Jika kisah singkat di atas itu dibahas oleh seorang psikolog maka, kira-kira akan begini.
Bahwa si wanita adalah tipe orang yang mau berjuang untuk kehidupannya di masa datang.
Pokoknya harus usaha sekuat tenaga. Boleh dibilang, usaha mati-matian untuk membuktikan bahwa dia seorang wanita yang bisa sukses dengan kerja keras.
Sementara si lelaki, adalah tipe orang yang mau enaknya saja. Kalau ada yang mudah, kenapa cari yang susah?
Biarlah orang mau kata apa, mau dibilang hidup dengan ketergantungan orang lain.
Atau disebut kayak benalu, yang hidupnya numpang pada pohon lain? Nggak masalah.
Ada kan yang begitu dalam kehidupan nyata? Banyak. Lihat saja, ada lelaki muda, brondong, yang menikahi wanita lebih tua, tapi kaya raya.
Atau sebaliknya wanita cantik muda belia mau dikawin dengan lelaki tua, tapi tajir melintir?
Boleh saja mereka membantah, bahwa semuanya karena berdasar cinta? Cinta yang mana ya?
Coba, jawab kalau tiba-tiba ada wanita tua, atau lelaki reot miskin datang pada yang muda. “Aku cinta kau, nikahi aku dong?”
Paling jawabnya, “Ah, emang gue pikirin. Sudah tuwir gitu, bikin susah aja. Nggak nafsu, ah!” - massoes