“Kala itu saya langsung menghubungi mantan suami saya untuk meminta pertanggungjawaban, setidaknya untuk biaya berobat rutin dan USG sampai persalinan.
"Namun dia justru mengelak, termasuk ketika diajak berbicara baik-baik di rumah juga tidak mau,”ujarnya.
Belum usai dengan persoalan kehamilan dan suamminya yang tidak mau bertanggung jawab, musibah selanjutnya datang lagi, ayah Fani meninggal dunia karena sakit.
Bak mendengar petir di siang bolong, Fani langsung terkaget. Ia pun sok dan langsung kembali terpuruk.
“Sekitar 15 hari saya sakit kala itu. Pertama mungkin karena pikiran, kedua karena musibah kehilangan bapak,” ungkapnya.
Sepeninggal bapaknya, Dahlia bersama suaminya kemudian pulang ke rumah. Mereka berdua memutuskan untuk tinggal bersama Fani dan kedua adiknya yang masih usia sekolah.
Dengan tanpa keahlian dan izajah sekolah yang memadai, Dahlia mencoba mencari lowongan pekerjaan ke sana-kemari, namun tak menghasilkan apa-apa. Pun dengan suaminya.
“Walhasil kondisi perekonomian kami sangat terpuruk. Padahal, sebelum saya bercerai, kondisnya cukup terbantu dari bantuan yang diberikan mantan suami saya setiap bulannya, meskipun hanya Rp300 ribu,” katanya.
Namun saat ini Fani sudah bisa menerima semua kondisi serta takdir yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Ia sudah mencoba untuk mandiri dan melupakan semua tentang mantan suaminya itu.
“Alhamdulillah secara psikologi sekarang sudah biasa saja, hanya saja belum bisa bekerja karena masih risi dengan kondisi kandungan yang sudah memasuki usia enam bulan,” ucapnya.
Beban Fani juga terbantu dengan adanya orang yang akan mengadopsi anak yang ia kandung itu.
Setiap minggu orang itu memberikan uang kepada Fani sebesar Rp200 ribu untuk vitamin si cabang bayi serta bantuan sembako.