JANUR Kuning sudah mulai ada di beberapa gang. Sudah paham masyarakat luas bahwa itu adalah petunjuk acara hajatan yang digelar di tempat tinggal warga.
Itu juga sebagai petunjuk bahwa wilayah tersebut sudah mulai aman dari covid.
Tapi masih belum boleh ada tanggapan semacam organ tunggal, atau orkes dangdutan. Wayang kulit atau golek yang biasa ditanggap di daerah.
Warga masih harus tahu dirilah. “Jaga protokol kesehatan,” ujar sahabat Bang Jalil dari jarak jauh.
Soalnya, kalau ada hiburan begitu, pasti ada kerumunan, ”Ada yang nonton, joget, itu bisa menimbulkan kerumunan, dan berdesak-desakan, nggak mau jaga jarak apalagi kalau joget sama penyanyinya sambil nyawer, wah pada lupa diri, kalau corona masih mengancam!” ujar sang istri, sambil melirik Bang Jalil.
Ada juga sebagian warga yang nggak mau peduli dengan keadaan sekarang ini.
Mereka masih saja mengadakan hajatan dengan tontonan yang menimbulkan kerumunan tersebut.
Apalagi, yang punya hajat kadang para pejabat pemerintah setempat, seperti lurah atau anggota dewan.
Itulah yang kadang menimbulkan gesekan di antara mereka, petugas dengan pejabat yang punya hajat, karena acara dibubarkan.
“Tapi, ini kita kan negara demokasi, Pak,” kata sang istri. Betul, kata Ibu. Tapi, demokrasi kan punya aturan. Bukan seenaknya saja.
Siapa saja, apakah pejabat, rakyat biasa, semua harus tunduk pada peraturan.
“Itu semua demi keselamatan bangsa kita dari penyakit yang berbahaya,” ujar sahabat.
“Nah, Ibu harus paham tuh,” kata sang suami.
“Pahamlah. Tapi, Bapak juga harus paham dong. Ingat di kampung kita, minggu ini ada empat warga yang hajatan,” kata sang istri.
“Bapak, tahu,” kata Bang Jalil.
“Jangan cuma tau doang. Tapi, juga harus tau, siapin amplop dan isinya,” ujar sang istri. Itu yang Bang Jalil kurang paham.
Ketika hajatan mulai menjamur, janur kuning mulai melengkung. Apa boleh buat, harus menyiapkan dana tambahan.
Ya, ini sudah tradisi, apalagi buat sesama warga di kampung, kayaknya nggak enak, jika nggak datang ke hajatan mereka. Suka jadi omongan.
Ya, janur kuning sudah mulai melengkung, isi dompet harus kembung. Kalau nggak, bikin bingung!
“Sudahlah, Bapak nggak usah berpantun, Ibu mau ke mal beli seragam buat kondangan!” - massoes