YOGYAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Covid-19 masih terus bermutasi hingga menyebabkan timbulnya varian-varian baru yang mengancam kesehatan manusia di muka bumi ini.
Setelah munculnya Covid-19 varian Delta, kini salah satu varian terbaru yang ditimbulkan dari mutasi virus itu yakni bernama varian Mu atau B.1.621.
Dengan munculnya Covid-19 varian Mu ini jutsru menambah rasa khawatir manusia yang ada di seluruh dunia, apakah pandemi ini akan segera berakhir atau justru sebaliknya, masih akan terus berlanjut sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.
Sekarang yang menjadi pertanyaan juga adalah sebenarnya lebih berbahaya yang mana Covid-19 varian Delta atau varian Mu?
Ketua Pokja Genetik FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Gunadi, Sp.BA., Ph.D belum lama ini memberikan jawaban yang cukup menenangkan bagi rakyat Indonesia.
Menurut dr Gunadi, ternyata Covid-19 varian Mu atau B.1.621 tidak lebih ganas daripada varian Delta.
Mengapa demikian ? karena Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sudah menegaskan bahwa varian Mu sebagai kategori variant of Interest (VoI) atau yang perlu mendapat perhatian.
Covid-19 varian Mu jelas berbeda dengan varial Delta, karen avarian delta termasuk dalam kategori Variant of Concern (VoC) atau yang perlu diwaspadai.
Akan tetapi tetap saja dr Gunadi mengimbau agar seluruh pihak mengantisipasi kemunculan varian Mu di Indonesia karena dapat menyebabkan penurunan kadar antibodi baik karena infeksi ataupun vaksinasi.
”Hasil riset awal menunjukkan varian Mu menyebabkan penurunan kadar antibodi netralisasi baik karena infeksi alamiah maupun vaksinasi, serupa dengan varian Beta. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut,” ujar dr Gunadi sebagaimana dikutip PosKota.co.id dari rilis resmi UGM pada Jumat (10/9/2021).
Selain itu dr Gunadi juga mengungkapkan bahwa sampai dengan saat ini Covid-19 varian baru virus corona penyebab Covid-19 yakni B.1.621 (varian Mu) ini belum terdeteksi di Indonesia.
Namun tetap saja pemerintah diminta untuk memperketat pintu masuk ke Indonesia agar varian tersebut tidak menyebar luas seperti varian delta sebelumnya.
Disampong itu, terkait tingkat keganasan, dr Gunadi masih meyakini varian Mu tidak seganas varian Delta.
”Karena Delta kategori VoC levelnya tentunya di atas Mu yang kategori VoI,” imbuhnya.
Menurutnya, virus Covid-19 terus bermutasi dengan memunculkan varian-varian baru yang memiliki tingkat keganasan dan keparahan yang berbeda apabila terinfeksi.
Meski begitu bagi mereka yang sudah pernah terpapar Covid-19 atau pun yang sudah mendapat vaksin sudah memiliki kekebalan alami.
“Kekebalan alami yg ditimbulkan oleh infeksi alamiah pasti ada, tapi seberapa besar bisa melindungi dari risiko terinfeksi varian lain diperlukan riset lebih lanjut,” tutur dr Gunadi.
Kekebalan alami yang sudah terinfeksi walau belum vaksin menurutnya sama halnya mengukur efektivitas vaksin terhadap suatu varian dengan melakukan riset terlebih dahulu.
Namun, antisipasi tetap diperlukan dengan melaksanakan protokol kesehatan secara ketat dan percepatan program vaksinasi.
Kemudian bagi mereka yang sudah vaksin menurutnya mampu meminimalkan tingkat keparahan apabila terpapar virus Covid-19 meski terinfeksi dengan varian yang berbeda. “Vaksin mencegah keparahan,” katanya. (cr03)