Tentu saja sebagai orangtua, Jonathan menyanggupi seraya berkata, “Tenang saja nak, istrimu akan saya jaga dengan baik. Kamu fokus saja pada pekerjaanmu.”. Dan Martinus pun semakin tenang di rantauan.
Seminggu sekali dia telpon ke Kupang, ngobrol sama istri sebagai obat rindu. Jika istri pas keluar dan HP tak dibawa, lewat ayahnya Martinus bilang, “Titip rindu buat istri ya Pak!”
Tentu saja ayah menjawab, “Oke, oke, nanti saya sampaikan!” Kata-kata tesebut sungguh mirip dengan judul lagunya Ebiet D. Ade, Titip rindu buat ayah.”
Tapi lama-lama, yang rindu pada istri bukan Martinus saja, bahkan Jonathan selaku ayah ikut-ikutan rindu pada anak menantunya tersebut.
Maklum, dia sendiri juga duda lumayan lama. Padahal jika ada istri, dalam usia kepala enam Jonathan masih mempeng-mempengnya.
Ibarat mobil mungkin kecepatannya tinggal 40 Km/jam, tapi yang penting kan nyampai juga.
Hati nurani pernah mengingatkan, janganlah, itu istri daripada anakmu.
Tapi setan langsung ngompori Jonathan, “Jangan digubris, amanat sih nomer dua, yang penting nikmat. Aku sendiri kalau bukan setan juga mau kok....!”
Nah, karena disemangati setan, Jonathan jadi tambah berani.
Hati nurani lalu bertanya pada setan, kalau nanti suami tahu dan ayahnya diinterpelasi, bagaimana? Jawab setan, “Itu mah gampang, diajak makan saja direstoran pulangnya dikepeli, beres!”
Demikianlah, pelan tapi pasti Jonathan mulai mendekati Leoni. Awalya si menantu kaget dan menolak, tapi Jonathan terus merayu.
Karena Leoni sendiri juga sudah lama kesepian, akhirnya hasrat sang mertua itu dilayani juga.