"Banyak tenaga kerja yang dirumahkan dan diberhentikan lalu dalam kondisi ini ada sesuatu yang luar biasa yang diberikan pada wamen ini," ucap anggota Komisi II DPR RI ini.
"Keputusan ini tentu bisa menciderai perasaan masyarakat yang lagi susah dimana rasa Sense of Crisis asas keadilan, dan asas keprihatinan. Di satu sisi Presiden menyatakan agar kita sense of crisis, nah jadi bertolak belakang dengan anjuran Presiden yang menyampaikan dalam pidatonya meminta pada menteri, pejabat negara dan kepala daerah untuk mempunyai sense of crisis terhadap kondisi pandemi ini," ujar Politisi PAN itu.
Wakil rakyat asal Sumatera Barat ini menilai akan menjadi kontroversi jika regulasi ini dijalankan sekarang bahkan saat ini ada isu reshuffle kian mencuat.
Lantas, jika ada wakil menteri diberhentikan, maka pemerintah harus mengeluarkan ratusan juta untuk eks Wamen tersebut.
Jadi misalnya, lanjutnya, kalau terjadi reshuffle kabinet nih, ada salah seorang, dua, tiga orang wakilnya diberhentikan tentu dengan sendirinya dia akan mendapatkan dana Rp 580 juta.
"Kita kan juga harus punya Sense of Crisis. Nah, jadi lebih baik uang itu dimanfaatkan untuk kepentingan fokus pada pandemi Covid-19 dan bagaimana membangkitkan ekonomi yang sedang terpuruk akibat Covid," ujar Guspardi yang biasa dipanggil pak GG ini.
Meski begitu, jika keadaan sudah mulai membaik khususnya perekonomian dan pandemi Covid-19 sudah dapat diatasi, regulasi tersebut sudah cukup tepat sebagai bentuk penghargaan atas kinerja para Wamen.
"Kalau dalam keadaan normal barangkali boleh-boleh saja enggak ada persoalan karena merupakan apresiasi jabatan yang pernah diberi amanah pada yang bersangkutan," pungkas anggota Baleg DPR RI ini. (rizal)