Kisah Pilu Kusir Delman Ditengah Pandemi, Pilih Atur Jatah Makan Kuda atau Makan Keluarga

Kamis 02 Sep 2021, 17:01 WIB
Yahya (61) kusir delman di pangkalan delman Rawabadung, Jakarta Timur, Rabu (1/9/2021) (cr02)

Yahya (61) kusir delman di pangkalan delman Rawabadung, Jakarta Timur, Rabu (1/9/2021) (cr02)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pandemi membuat roda perekonomian bergeming. Hampir segala sektor usaha mengalami dampak salah satunya penurunan omzet.

Tak terkecuali untuk jasa transportasi hiburan seperti delman. Yahya (61), seorang kusir delman yang mesti berlapang dada selama kurang lebih 1,5 tahun ini.

Terhitung sejak Maret 2020 sampai sekarang, pandemi Covid-19 masih saja menghantui kehidupan masyarakat. Begitu juga yang dirasakan Yahya. Dari matanya seolah ada harapan agar pandemi lekas sirna.

Hal itu tak lepas dari penurunan omzet lebih dari 50 persen yang diderita Yahya. Sudah 35 tahun dia berprofesi sebagai kusir delman, namun baru kali ini ia merasakan dampak yang begitu signifikan.

Biasanya, dalam sehari pada hari kerja, dia bisa mengantongi uang hasil menarik delman sekira Rp100 ribu hingga Rp200 ribu. Beda lagi ketika dia menarik delman di akhir pekan, bisa mencapai Rp500 ribu per hari. Namun itu ketika pandemi masih berlangsung. Sekarang beda cerita.

"Kalau sekarang ya paling Rp50 ribu sampai Rp70 ribu itu buat hari biasa, kalau akhir pekan ya Rp200 ribu dalam dua hari (Sabtu-Minggu) aja udah bagus banget," ungkapnya saat ditemui Poskota.co.id di pangkalan delman Rawabadung, Jakarta Timur, Rabu (2/9/2021).

Penurunan penghasilan tak lepas dari adanya aturan pembatasan mobilitas masyarakat macam PSBB hingga PPKM yang hingga kini ada tingkat levelnya.

Pun, tempat wisata seperti Monas, yang biasa jadi langganan delman Yahya bersandar, kini tutup akibat pandemi. Dari situ, Yahya kehilangan pelanggan yang utamanya menyasar kepada golongan anak-anak.

"Iya, semenjak corona ini, enggak pernah ke Monas, jarang ada pengunjung. Berhenti lama-lama enggak boleh, jadi pengunjung berkurang. Makanya males ke sana," ucapnya.

Mirisnya lagi, uang hasil yang diperoleh dalam sehari sebesar Rp50 ribu hingga Rp70 ribu itu mesti dipotong dengan pakan kuda.

Kata Yahya, kuda per harinya membutuhkan 6 kilogram dedak. Harga per satu kilo dedak yakni Rp5 ribu. Jadi bila Rp5 ribu dikali 6 maka untuk pakan kuda saja perlu mengeluarkan uang sebesar Rp30 ribu.

Yahya lantas memutar otak, agar uang yang diperoleh per harinya itu bisa cukup, bukan hanya untuk kasih makan kuda, tapi juga kasih makan keluarganya.

"Makanya ini, kalau kita dapet Rp50 ribu sehari ya kita atur makan kuda sih, mau enggak mau yang harusnya 6 kilo dikurangin jadi 5 kilo, biar kita juga bisa makan," jelasnya.

Namun, beban yang diderita Yahya agak berkurang. Dari tim Jaringan Animal Aid Network (JAAN), organisasi non-profit yang fokus pada isu perlindungan satwa liar di Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan hewan peliharaan di Jakarta, datang membawa beberapa bantuan.

Pendiri JAAN, Karin Franken, menjelaskan jika pihaknya datang ke pangkalan delman Rawabadung, Jakarta Timur sebab menilik dampak pandemi yang membuat kesejahteraan kuda delman maupun para pemiliknya mengalami penurunan.

"Kita kan sudah beberapa kali datang ke sini, tapi untuk membagikan dedek sama untuk kudanya, dan sembako untuk pemiliknya, ini yang kedua kali. Jadi hari ini kita datang kedua kali untuk membagikan lagi sekalian kita check up (periksa kesehatan) semua kuda," ucapnya.

Adapun dedak yang diberikan berukuran 50 kilogram beserta mi instan, beras, dan telur. "Untuk kudanya kita kasih dedak 50 kilogram terus untuk pemiliknya kita kasih beras kita kasih indomie, telur, dan sabun," jelasnya.

Bantuan itu diberikan untuk kurang lebih 20 kusir dan 30 kuda yang ada di pangkalan delman Rawabadung

Menanggapi bantuan tersebut, Yahya yang memperoleh  dedak ukuran 50 kilogram, dua kardus mi instan, serta telur dua kilogram merasa bersyukur.

"Kita berterima kasih. Awalnya ada laporan karena kuda di sini kurang makan, penghasilan merosot dari laporan itu ditinjau dan Alhamdulillah bantuan Ini meringankan beban ekonomi, yang harusnya beli dedak jadi enggak," ungkapnya.

Dedak menjadi hal yang dipikirkan dalam urusan pakan kuda. Sebab, menurut Yahya bila hanya diberi makan rumput tanpa dedak, kudanya akan lemas.

"Kalau kasih makan kuda cuman rumput doang, dia lemas, mesti ada dedaknya ya," jelasnya.

Pun, bila bertalian dengan pakan kuda, yang paling krusial adalah dedak. Sebab dedak mesti dibeli, sementara rumput bisa dicari. Membeli dedak inilah yang jadi masalah tatkala uang yang dihasilkannya menurun. Jadilah pergulatan batin, antara kepentingan perut kuda dengan perut keluarga.

"Mau enggak mau kita mesti narik juga, kalau enggak narik, kita keluarga mau makan apa, tapi kalau narik ya penghasilannya  begini (minim)," pungkasnya. (Cr02) 

Berita Terkait

News Update