Presiden Jokowi Mengenakan Busana Baduy, Menteri LHK Siti Nurbaya: Pemerintah Terus Percepat Pengakuan Hutan Adat

Selasa 17 Agu 2021, 10:39 WIB
Presiden Jokowi mengenakan busana adat Baduy Banten lengkap, pada sidang tahunan MPR RI, Senin (16/8/2021). (ist)

Presiden Jokowi mengenakan busana adat Baduy Banten lengkap, pada sidang tahunan MPR RI, Senin (16/8/2021). (ist)

Keberadaan pemerintah daerah penting karena pengakuan dari pemerintah daerah melalui peraturan daerah atas MHA dan wilayahnya menjadi syarat kukuhnya keberadaan MHA di suatu provinsi, kabupaten/kota sesuai dengan yang diatur dalam UU 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan UU 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Khusus untuk Hutan Adat yang merupakan bagian dari Perhutanan Sosial, sampai dengan Bulan Juli 2021 telah ditetapkan sebanyak 59.442 Ha dengan jumlah SK sebanyak 80 unit yang mencakup 42.038 Kepala Keluarga.

Selain itu wilayah indikatif  hutan merupakan areal  yang sudah jelas indikasi masyarakat adatnya dan sudah jelas arealnya yang tidak memungkinkan lagi untuk peruntukan lain, maka relatif  aman.  

“KLHK sedang terus upayakan fasilitasi bagi masyarakat adat dalam urusan hal-hal tersebut di Pemerintah Daerah sesuai UUCK. KLHK juga meminta bantuan aktivis adat untuk bersama menyelesaikan permasalahan tersebut, kita sedang kerja keras, termasuk masyarakat adat Danau Toba,” ujar Menteri LHK, Siti Nurbaya, Senin, (16/08/2021). 

Menteri Siti menambahkan bahwa perlu adanya sinergisitas antar Kementerian dan Lembaga karena persoalan MHA ini tidak bisa dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saja, karena ada subyek (manusia), budaya maupun kawasan bukan hutan yang berada di kewenangan yang berbeda.

Selain itu perlunya pemahaman Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagai garda terdepan dalam upaya Perlindungan MHA dan kearifan lokalnya melalui upaya-upaya identifikasi, dan verifikasi MHA yang ada di wilayahnya.

“Akses kelola hutan adat ini akan memberikan beberapa manfaat kepada masyarakat adat, yaitu penguatan pengelolaan hutan adat berdasarkan kearifan lokal yang telah teruji selama puluhan tahun,” imbuhnya.

Ia pun menekankan salah satu hal penting yang perlu diperhatikan dalam penetapan hutan adat adalah pemahaman bahwa penetapan hutan adat tidak berarti mengubah fungsi hutan, sebagaimana tercantum dalam UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, namun penetapan hutan adat merupakan penetapan status hutan yang tidak serta merta dapat merubah fungsi hutan.

Artinya penetapan hutan adat harus mengarah untuk pengelolaan yang berkearifan lokal untuk mendukung pembangunan hutan yang berkelanjutan.

“Praktik-praktik hutan adat yang menjaga alam ikut mengatasi emisi gas rumah kaca, emisi global, dan mata air, serta aktualisasi partikularistik wilayah dan masyarakat adat sebagai wujud kemajemukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ujar Menteri. 

Realisasi Perhutanan Sosial
Selanjutnya, terkait perkembangan realisasi Perhutanan Sosial tercatat hingga Bulan Juli 2021 telah ada 4.720.474,89 hektar ijin perhutanan sosial yang diberikan dengan penerima manfaat sebanyak total 1.029.223 kepala keluarga, melalui sebanyak 7.212 unit SK. 

Ia melanjutkan jika Program Perhutanan Sosial adalah program reforma agraria untuk keadilan akses masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan yang ditunjang dengan program pemerataan ekonomi agar memberikan manfaat ekonomi dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Berita Terkait
News Update