Suara Kebangsaan : Donasi

Sabtu 31 Jul 2021, 09:45 WIB

Namun satu hal yang tidak boleh dilupakan bahwa gotong royong bukanlah muncul dalam keadaan
serba berlebihan, sebab ini wajar, memberi karena berkelebihan.

Gotong royong dalam maknanya yang paling hakiki, justru ketika diberikan di tengah keterbatasan.

Gotong royong yang dilakukan dengan memberikan sesuatu di balik kekurangannya. Itulah makna
spiritualitas dari gotong royong itu. 

Sebab, gotong royong yang seperti ini benar-benar digerakan oleh sikap hidup yang sadar sesadar-sadarnya bagi kepentingan bersama atau kepentingan yang lebih besar.

Begitu banyak pengalaman yang terjadi ketika perjuangan di awal kemerdekaan Indonesia
dilakukan dengan cara gotong royong. Bela negara digemakan dengan semangat gotong royong.
Pelayanan publik dilakukan dengan gotong royong. 

Bahkan, dalam berbagai cerita tentang heroisme yang muncul ketika indonesia baru saja diproklamasikan, ada sosok Marhaen yang di balik kemiskinannya, memberikan lima tiang bambu
yang ditanam dari lahannya yang sempit. 

Dengan 5 batang bambu itulah, ia begitu bersemangat untuk membantu mengibarkan sang saka
Merah Putih ke angkasa raya. Ini adalah spirit gotong royong di balik kekurangan itu.

Ada juga suatu cerita bagaimana seorang janda mempersembahkan sekeping uang sebagai satu-satunya harta yang dimilikinya untuk dipersembahkan bagi keyakinannya atas kepentingan yang lebih besar. 

Sekeping uang mungkin tidak ada artinya bagi sosok konglomerat besar. Namun ketika sang janda
memberikan sekeping uang di balik kemiskinannya karena kesadaran bahwa dengan uang sekeping itu ia menjalankan kewajibannya dengan tulus ikhlas, maka dari balik kekurangannya itulah, makna gotong royong mendapat pemaknaan yang sebenarnya.

Indonesia harus berbangga bahwa begitu kuatnya kesadaran rakyat untuk bergotong royong di
balik kekurangannya. Topangan semangat gotong dalam makna yang paling hakiki tersebut membawa implikasi serius terhadap makna kekuasaan tertinggi. 

Ketika kekuasaan tertinggi dijalankan dengan wataknya yang koruptif, apalagi ditambah dengan gaya represif sebagaimana dilakukan oleh Pak Harto, maka kekuasaan dengan topangan gotong royong rakyat itu akan menciptakan karma politik.

Karma politik barangkali hidup dalam alam spiritual. Namun data empiris menunjukkan bahwa ketika kekuasaan tertinggi melupakan esensi makna kekuasaan yang berasal dari gotong royong dan pengorbanan rakyat, maka alam spiritual akan bertindak dengan hukumnya sendiri yang mewujud dalam karma politik.

Berita Terkait

Jati Diri Bangsa

Sabtu 28 Agu 2021, 07:00 WIB
undefined

Force Projection 

Sabtu 04 Sep 2021, 07:00 WIB
undefined

Paralimpiade 

Sabtu 11 Sep 2021, 07:00 WIB
undefined

Suara Kebangsaan: Restoran Padang 

Minggu 19 Sep 2021, 08:50 WIB
undefined

Kebaya

Sabtu 25 Sep 2021, 07:00 WIB
undefined

Pekan Olahraga Nasional 

Sabtu 02 Okt 2021, 07:00 WIB
undefined

Trihita Karana 

Sabtu 09 Okt 2021, 07:00 WIB
undefined

Diplomasi

Minggu 17 Okt 2021, 07:10 WIB
undefined

Relawan

Sabtu 23 Okt 2021, 07:00 WIB
undefined

Suara Kebangsaan: Keadilan Sosial

Minggu 31 Okt 2021, 07:10 WIB
undefined

Tradisi Akademis

Minggu 07 Nov 2021, 07:10 WIB
undefined

Politik Pertahanan

Sabtu 20 Nov 2021, 06:00 WIB
undefined

Tan Hana Dharma Mangrwa 

Sabtu 27 Nov 2021, 07:00 WIB
undefined

Persaudaraan Dunia

Minggu 05 Des 2021, 07:10 WIB
undefined

Gunung Semeru

Sabtu 11 Des 2021, 07:00 WIB
undefined

Jalesveva Jayamahe 

Sabtu 18 Des 2021, 07:00 WIB
undefined

Riset dan Inovasi  

Sabtu 15 Jan 2022, 07:00 WIB
undefined

Pangan

Minggu 23 Jan 2022, 06:00 WIB
undefined

Presidential Threshold

Sabtu 29 Jan 2022, 07:00 WIB
undefined

Perang Dingin 2.0

Sabtu 05 Feb 2022, 07:00 WIB
undefined

Imajinasi Geopolitik Sukarno

Sabtu 12 Feb 2022, 07:00 WIB
undefined

Politik Mobilisasi

Minggu 10 Apr 2022, 07:10 WIB
undefined
News Update