JAKARTA, POSKOTA. CO.ID - Ketua Bidang Koordinasi Relawan Satgas COVID-19 Andre Rahadian menegaskan, bahwa kenaikan angka kematian akibat Covid-19 mengindikasikan bahwa kebutuhan akan tenaga pemulasaraan semakin besar.
"Seluruh jenazah perlu untuk diproses secara cepat dan tepat oleh tenaga pembantu pemulasaraan yang paham mengenai cara pemulasaraan jenazah dengan protokol kesehatan Covid-19," terang Andre.
Itu disampaikan dia pada acara diskusi Relawan Berperan Volume 2: Tatalaksana Pemulasaraan Jenazah Covid-19, di Jakarta, Kamis (29/7/2021).
Hadir pembicara, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Abdul Muiz Ali, Pokjanas PPI Kemenkes RI dr. Leli Saptawati, Sp.MK (K), Kepala Sub-Bidang Organisasi Relawan Kesehatan BKR Satgas COVID-19 dr. Jossep Frederick William, Wakil Kepala BAZNAS Tanggap Bencana Taufiq Hidayat, dan Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS Wahyu Tantular Tunggul Kuncahyo.
Kegiatan ini diselenggarakan Bidang Koordinasi Relawan (BKR) Satgas COVID-19 bersama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Wahyu Tantular Tunggul Kuncahyo. mengungkapkan data dan fakta mengatakan bahwa angka kematian yang tinggi menyebabkan terjadinya antrean jenazah untuk proses pemulasaraan.
"Bahkan di beberapa lokasi, jenazah sempat terbengkalai dan tertahan karena minimnya tenaga pemulasaraan yang tersedia,” terang Wahyu Tantular Tunggul Kuncahyo.
Taufiq Hidayat memaparkan bahwa selama peningkatan kasus Covid-19 banyak fasilitas kesehatan yang kewalahan, dan mengakibatkan pasien melakukan isolasi mandiri dengan kondisi protokol kesehatan yang kurang layak.
Hal ini kemudian menyebabkan polemik baru dengan banyak meningkatnya kasus kematian dalam keadaan isoman dimana jenazah telah meninggal lebih dari empat jam, bahkan beberapa tercatat lebih dari 20 jam.
"Keadaan ini berbuntut pada meningkatnya permintaan untuk membantu proses pemulasaraan jenazah Isoman," kata Taufiq.
Lebih lanjut Jossep Frederick William menjelaskan bahwa pemulasaraan jenazah seyogyanya dilakukan sesegera mungkin, yaitu tidak lebih dari 24 jam setelah kematian.
Selanjutnya jenazah disalatkan sesuai syariat keagamaan, dilakukan proses disinfeksi dan penguburan jenazah yang harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum dan berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat.
Adapun jenazah harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter lalu ditutup dengan tanah setinggi 1 meter. “Kenapa bungkus plastik itu sangat mutlak dalam proses penanganan jenazah Covid-19? Hal itu untuk menghindari paparan cairan milik jenazah yang masih mengandung virus untuk menginfeksi tenaga pemulasaraan dan lingkungan sekitar,” tambah Jossep.
Senada dengan paparan narasumber lainnya, Leli Saptawati menambahkan mengenai tata cara atau kewajiban yang harus dilakukan bagi relawan pemulasaraan agar agar tidak terpapar virus dari jenazah COVID-19 yang ditangani.
Menurut standar CDC WHO dan Kementerian Kesehatan RI, petugas pemulasaraan diharuskan memakai Alat Perlindungan Diri (APD), yaitu gaun tahan air dengan lengan panjang berkaret yang dilapisi apron, masker N95 atau masker medis tiga lapis, pelindung mata (kacamata/ face shield), sarung tangan, dan sepatu boots.
Menilik dari konsep syariat Islam KH Abdul Muiz Ali menegaskan, penangananan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar Covid-19 dalam pandangan syara’ termasuk dalam kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi.
Yaitu untuk dimandikan, dikafani, disalati, dan dikuburkan dengan teknis pelaksanaan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan petugas pemulasaraan. (johara)