“Tolong minta sama.. ( menyebut nama OB Poskota) dibikinin kopi pahit..”
Sambil minum kopi obrolan bergeser, tak lagi soal pemberitaan, tetapi perjalanan kuliner.
Sesekali menyelipkan pesan moral soal kehidupan. Saya menyebutkan sebagai pitutur luhur karena tak jarang Pak Harmoko mengutip pitutur para leluhur sebagai pegangan hidup, khususnya wong Jowo.
Kalau mau bersikap kritis harus total, jangan tanggung dan raguragu. Ning ojo ngawur mengko lebur-tetapi jangan lantas ngawur, nanti hancur dan celaka bagi diri kita sendiri.
“Kamu siap? Orang harus punya jati diri. Yeng wani ojo wediwedi, yen wedi ojo wani-wani.”
Filosofi Jawa ini jika diartikan secara etimologi adalah kalau berani jangan takut-takut, kalau takut jangan berani-berani – sok berani. Ini dapat dimaknai menjadi pribadi yang memiliki prinsip, tegas, dan tidak ragu-ragu. Jika bertindak tidak setengah-setengah, harus pula mengukur kekuatan diri sendiri sebelum melakukan perbuatan, sekaligus bertanggung jawab atas risiko yang dihadapi.
Ada totalitas ketika mengerjakan sesuatu. Rasa takut dan ragu akan menjadi penghalang kemampuan dalam menyelesaikan sesuatu. Kiat yang harus dilakukan untuk melawan ketakutan adalah menyelesaikan sesuatu ke inti permasalahan. (jokles)