PAK HARMOKO, Mau Jadi Ahli Politik

Selasa 06 Jul 2021, 10:17 WIB
Bapak H. Harmoko, Pendiri Poskota. (foto: ist)

Bapak H. Harmoko, Pendiri Poskota. (foto: ist)

Ayah saya turut punya andil "memperkenalkan" saya ke Pak Harmoko. Ketika melewati kawasan Proyek Senen, mendekati rel kereta api Stasiun Senen dari arah Kwitang, ayah kerap menunjuk ke satu titik pinggir jalan.

Katanya, di situ dulu ada toko pangkas rambut, dan semasa muda Pak Harmoko bercukur di sana. Saya telusuri lewat internet, tak ada informasi untuk menguji keabsahan cerita tentang tempat Pak Harmoko dan tukang cukurnya.

Tapi setidaknya fragmen itu menjadi bukti betapa ayah pun punya kesan khusus tentang sosok yang awet menjadi anggota kabinet Pak Harto itu.

Selain kemampuan lisan, rambut memang menjadi kenangan kedua saya tentang Pak Harmoko. Rambutnya rapi sekali. Tak pernah berubah. Pada aspek itu, Pak Harmoko cuma tertandingi oleh Kak Seto. Setiap helai rambut mereka berbaris disiplin.

Perbedaannya cuma satu: tidak pernah ada orang yang mempertanyakan keaslian rambut Pak Harmoko, sementara terhadap Kak Seto satu teka-teki yang nyaris tak pernah terjawab adalah tentang orisinalitas rambutnya.

Satu lagi: salah satu koran yang selau dibawa pulang dari kantor oleh ayah adalah Pos Kota. Kata ayah, harian itu didirikan oleh Pak Harmoko. Berkat Pos Kota, sejak duduk di bangku SD, saya akrab dengan berita-berita kriminalitas dan lembergar, sisipan kartun di Pos Kota.

Masuk ke usia pancaroba, di samping terus menyantap lembergar, saya mulai memerhatikan iklan-iklan baris di Pos Kota. Sejak itulah saya jadi paham juga tentang iklan-iklan nakal khas dewasa yang teratur muncul pada setiap edisinya.

Masuk ke paroh kedua tahun sembilan puluhan, di suatu malam, salah satu stasiun televisi menyiarkan berita menggemparkan. Tentang reshuffle kabinet. Jenderal Hartono diangkat sebagai Menteri Penerangan. Pak Harmoko sendiri tidak diwartakan nasibnya.

Untuk ukuran masa itu, peristiwa pergantian menteri menjadi berita yang menggemparkan. Sampai-sampai salah seorang om saya berkomentar, "Kalau sudah tak disukai, pasti masuk kotak."

Kelak terbukti, spekulasi om saya itu tidak sesuai kenyataan. Pak Harmoko ternyata justru gencar berkampanye selaku Ketua Umum Golkar. Alhasil, alih-alih terbuang, "tersingkir"-nya Pak Harmoko dari kursi menteri justru karena ia sedang mendapat kepercayaan sangat besar. Tak lama berselang, Pak Harmoko pun duduk sebagai Ketua MPR.

Dua momen yang saya ingat tentang Pak Harmoko di jabatan barunya itu. Pertama, dalam sebuah sidang, Pak Harmoko berpantun, "Kalau takut dilambung ombak, jangan berumah di tepi pantai."

Sampai di kiasan itu, hari ini saya tak ingat persis kata demi kata yang Pak Harmoko ucapkan. Kurang lebih, "Kalau ingin menjadi bangsa yang hebat, jangan hidup bersantai-santai."

Berita Terkait
News Update