USAHA ternak maggot atau belatung yang merupakan larva black soldier fly (lalat tentara hitam) bisa menjadi salah satu bisnis yang cukup menjanjikan. Selain karena murah dari segi pemberian pakannya, ternak belatung juga menjadi ladang meraup untung yang menggiurkan.
Seperti yang dirasakan Nata Iskandar (36), seorang peternak belatung di Kampung Kebantenan, RT 01 RW 016 Kelurahan Jatiasih, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Pada mulanya, dia membeli 50 gram telur maggot di Cilacap, Jawa Tengah seharga Rp500 ribu. Inilah modal awal yang ia keluarkan untuk merintis usaha ternak Belatung.
“Awalnya saya dari Cilacap, pertama saya beli itu bukan lalat, tapi dari telur. Saya beli 50 gram awalnya, jadi saya keluarin biaya Rp500 ribu, itu modal pertama baru mulai,” ungkapnya kepada Poskota.co.id saat ditemui di lokasi, Kamis (10/6/2021).
Kemudian, dia kembangkan telur itu. Pada mulanya bukan langsung dijadikan sebagai belatung, tapi lebih fokus untuk menghasilkan lalat tentara hitam terlebih dahulu agar produksi maggot menjadi lebih meningkat sebab semakin ba nyak lalat tentara hitam nya maka kemungkinan belatung yang dihasilkan lebih banyak. Sebab, 1 gram telur saja, bisa menghasilkan 2-4 kilogram maggot.
“Dari 1 gram telur bisa menghasilkan ada yang sampai 4 kilogram maggot, ada yang 4, 2, dan 3 kilogram, tergantung kita kasih pakannya,” jelasnya.
Dia berujar, yang jadi keuntungan kala beternak belatung yakni dari segi makanannya. Sebab, pakan belatung hanya berupa sampah organik. Baik yang diperoleh dari sampah dapur rumah tangga maupun sampah pasar.
“Sampah organik dapur kayak nasi, sayur-sayuran, buah-buahan. Kalau sampah organik pasar seperti buah-buahan, sayuran, ubi,” ungkapnya.
“Kalau kami per 1 kilo maggot itu kita kasih kurang lebih 3 sampai 4 kilo, itu sampah organik dapur. Kalau sampah organik pasar 4 sampai 5 kilo. Sampah organik dapur, dapatnya dari warga, kami kasih ember per sehari atau dua hari sekali kami tengokin, kami kumpulin. Nah kalau, sampah pasar sejenis buah dan sayur, kami datang ke pasar kami bawa karung terus di bawa pakai motor,” imbuhnya.
18 Hari Panen
Nata menambahkan, waktu yang dibutuhkan untuk panen belatung cukup 18 hari saja, dimulai dari masa telur hingga berubah jadi belatung. Dia mengaku sekali panen bisa menghasilkan 1 kwintal belatung.
“Di sini biasa panen maggot antara 50 kilo sampai 1 kwintal, kami tergantung produksi maggotnya juga, tapi kami dari 50 sampai 1 kwintal itu enggak kami jadikan maggot semua, sebagian kami jadikan prepupa buat lalat, biar siklus kami (produksi maggotnya) enggak putus,” ujarnya.
Setelah panen, maka maggot itu ada yang dijual ke berbagai pihak misalnya ke peternak lele atau bebek ataupun ke produsen pelet. Perlu diketahui, maggot memang jadi salah satu pakan untuk beberapa jenis hewan ternak seperti lele, bebek, entok, ayam, dan ikan nila.
“Kami kalau jual maggot itu macam-macam sih, kami kalau ke tempat pembuatan pelet itu kisaran harga Rp7 ribu sampai Rp8 ribu per kilo, kalau untuk peternak biasanya kita Rp 9 ribu per kilo, kayak ternak lele,” jelasnya.
Selain belatungnya, kasgot atau bekas maggot yang bertekstur seperti pasir warna hitam, juga bisa dijual sebagai pupuk. Bahkan Nata meng aku banyak permin taan dari petani maupun tukang bunga terkait dengan kasgot tersebut.
“Permintaan dari tukang bunga tinggi juga, permintaan tukang bunga itu ada yang per karung, ada yang per 5 kilo. Kami kalau per 5 kilo itu biasanya Rp10 ribu,” terangnya.
Dari modal awal Rp500 ribu guna merintis usaha belatung itu, Nata bisa meraup untung Rp375 ribu per harinya. “Awal biaya budidaya maggot ini Rp 500 ribu terus kami kembangin, omzetnya sih kalau 50 kilo maggot (terjual) dikali 7.500 itu, Rp375 ribu per hari,” tuturnya.
Untuk ke depannya dia berharap agar bisnis belatung yang dibangun bisa berjalan terus dan ingin bisa memproduksi 1 kwintal maggot per harinya. “Ya kami mau memperluas tempat, sama maggot rencana ingin menghasilkan 1 kwintal maggot per hari, semoga dilancarkan,” pungkasnya. (cr02)