Logo Suara Kebangsaan

Opini

Jamu Tradisional  

Sabtu 12 Jun 2021, 07:00 WIB

Oleh: Hasto Kristiyanto
 
DALAM suatu kesempatan Presiden Jokowi pernah mengungkapkan rahasia kebugaran dan energi kerja dengan daya tahan luar biasa muncul dari  kebiasaan minum jamu sehat. Rakyat pun heran. Jagad sosial media gempar. Jamu sehat Jokowi pun menuai perhatian. Perpaduan temu lawak, kunyit, dan jahe bergerak cepat ke puncak ketenaran.

Apa yang terjadi nampaknya sederhana. Pengungkapan rahasia jamu sehat Jokowi telah memlopori perubahan berbagai sendi kehidupan. Pertama, mobilisasi status jamu tradisional dari kalangan rakyat ke istana. Kultur yang hidup selama ini, jamu tradisional sepertinya eksis di kalangan rakyat bawah, wong cilik.

Pada saat bersamaan, para elit kelas menengah sepertinya tengah berlomba menampilkan resep sehat melalui asupan suplemen impor penuh gengsi dan menjadi simbol eksistensi. “Deklarasi Jamu” Presiden Jokowi merombak cara pandang ini, dan jamu kembali populer di bumi pertiwi. Kedua, kehadiran jamu tradisional, dalam perspektif ideologis, menggelorakan rasa bangga terhadap kekayaan herbal nusantara yang begitu kaya tradisi.

Disinilah Jokowi mengangkat kebiasaan rakyat, menjadi simbol  peradaban bangsa guna mengingatkan betapa kayanya Nusantara dengan jamu-jamu tradisional, rempah, hingga kekayaan hayati yang belum diolah menjadi obat-obatan. Lebih jauh lagi, Jokowi telah menyampaikan pesan sederhana bagi tumbuhnya semangat berdiri di atas kaki sendiri (berdikari).

Mengapa? Selama ini tampilan hidup terhadap asupan makanan hanya dipersepsikan dari makan minuman mentereng sebagai simbol modernitas. Cara mengonsumsi makanan, darimana, dan dimana tempat makan menjadi simbol status sosial. Demikian juga dalam kesehatan. Kesehatan preventif dalam status sosial elit, diperlihatkan dengan aneka konsumsi multi vitamin impor.

Ilustrasi rempah-rempah sebagai bahan dasar membuat jamu. (Ist)

Berburu suplemen ke luar negeri, check-up kesehatan di luar negeri, sepertinya menambah gengsi. Kelemahan sistem pelayanan kesehatan dan kurangnya kemampuan profesional paramedis menjadi pembenar untuk membelanjakan “uang kesehatan” ke luar negeri.

Atas dasar hal tersebut, apa yang dilakukan Presiden Jokowi nampaknya sederhana: deklarasi jamu sehat. Namun dalam perspektif sosiologis, berbagai pengetahuan tentang jamu nusantara yang telah hidup di tengah masyarakat, dalam proses dan status sosialnya, diangkat ke taraf yang membanggakan karena dikonsumsi oleh simbol negara, yakni Presiden Republik Indonesia. Proses sosial selanjutnya, kebiasaan minum jamu Jokowi, meningkatkan kohesivitas antara pemimpin dan rakyat, bahwa ternyata “presiden seperti kita”. Dari situlah jamu bergema sebagai bagian kekayaan peradaban nusantara.

Hal yang sama dilakukan oleh Megawati Soekarnoputri. Putri Bung Karno yang baru saja menerima gelar profesor ilmu pertahanan bidang kepemimpinan stratejik Universitas Pertahanan tersebut memiliki perhatian yang sama. Rasa cintanya terhadap tanaman, kesadaran terhadap sejarah nusantara sebagai pusat jalur rempah dunia, telah mendorongnya untuk mengadakan Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan pada Awal tahun 2021 yang secara khusus membahas tentang rempah, jamu-jamuan, kekayaan hayati nusantara, berikut budaya yang membentuknya.

Di luar jamu-jamuan, nusantara juga dikenal memiliki resep kuliner paling kaya, yang otentik Indonesia. Setiap daerah memiliki keunggulan kuliner yang khas, dan dibangun dari keaneka ragaman bumbu-bumbuan beraneka rupa. Rendang sebagai contoh. Makanan yang mendapat prestasi sebagai makanan paling enak sedunia tersebut, konon dibentuk oleh lebih dari 54 jenis bumbu-bumbuan.

Oleh Bung Karno, keanekaragaman makanan nusantara yang dirajut dengan aneka ragam bumbu-bumbuan menjadikan makanan nusantara memiliki “cita rasa surga”. Keseluruhan rasa cinta Bung Karno terhadap makanan khas Indonesia tersebut kemudian dituangkan dalam buku Mustika Rasa yang disusun lebih dari 7 (tujuh) tahun sebagai fondasi bahwa Indonesia bisa berdaulat dan berdikari di bidang pangan. Dalam pengantar buku kuliner nusantara tsb, Bung Karno menyerukan agar “lidah dan perut rakyat Indonesia tidak boleh terjajah oleh makanan impor”.

Buku Mustika Rasa dibuat sebagai bagian dari gerak revolusi Indonesia Berdikari. Demikian halnya dengan jamu-jamuan Nusantara, keanekaragaman sumber pangan, dan kekayaan rempah nusantara, dan seluruh potensi kekayaan hayati. Kesemuanya adalah modal untuk membangun Indonesia Berdikari.

Pertanyaannya, mengapa selama ini, bangsa Indonesia sepertinya ternina-bobokkan oleh aneka ragam produk impor, daripada mengembangkan kemampuan sendiri untuk berdikari?

Jamu, bumbu-bumbuan, aneka ragam rempah, dan berbagai variasi sumber makanan rakyat adalah contoh sederhana bagaimana kekayaan milik bangsa harus diolah melalui riset dan inovasi. Pembumian penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi harus mengakar pada peningkatan nilai tambah keseluruhan material dasar yang Indonesia punyai.

Pendekatannya harus hulu hilir, terintegrasi, dan kedepankan supremasi sains dan teknologi, lengkap dengan amal kemanusiaan yang menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi berarti bagi kemajuan negeri. Contoh sederhana terkait dengan banyaknya stanting akibat kekurangan asupan protein dan gizi. 1 dari 3 bayi Indonesia dilaporkan menderita stanting.

Sangat memprihatinkan.  Disinilah para ilmuwan, para peniliti dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga riset harus berkolaborasi baik dengan institusi negara maupun swasta guna mengatasi masalah stanting yang sangat membahayakan masa depan negeri.

Begitu banyak resep makanan bisa dikembangkan bagi terpenuhinya kesehatan seluruh anak negeri. Kuncinya adalah kemauan serta keberpihakan untuk mengamalkan kegiatan riset dan inovasi bagi kepentingan rakyat.

Pendeknya riset dan inovasi yang disatu sisi ditujukan untuk menyelesaikan masalah rakyat, namun disisi lain meletakkan landasan kemajuan bagi masa depan. Contoh sederhana dari penanganan masalah stanting tersebut, ditinjau dari asupan makanan penuh gizi.

Bukankah “Bubur Manado”,  yang kaya dengan kombinasi nasi, jagung, ikan teri, ikan cakalang, tomat, aneka sayur-sayuran dll, sebenarnya bisa dijadikan sebagai contoh makanan rakyat penuh protein dan gizi? Lalu mengapa mendadak kultur makanan anak bangsa diubah menggemari mie instan dan berbagai makanan cepat saji yang nampak menawan, namun sering menjadi penyebab kekuarangan gizi.

Belum dampak ikutan makanan cepat saji akibat bahan kimia pengawet dan kandungan bumbu kimia penyedap yang menjadi bencana dikemudian hari. Disinilah kehadiran Badan Riset dan Inovasi Nsional (BRIN) dapat membumikan kegiatan peneltian dengan semangat berdikari, namun diikuti kemajuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Jika seluruh spirit anak bangsa ini saling berlomba menggapai kemajuan dalam seluruh lini kehidupan melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mentradisikan riset dan inovasi, maka jalan kemajuan Indonesia Raya akan semakin terbentang.

Disitulah jamu tradisional, rempah, bumbu-bumbuan, kuliner nusantara dan seluruh kekayaan hayati yang terkandung di nusantara akan bertransformasi menjadi sesuatu produk olahan yang berharga, dan memiliki daya manfaat bagi kemajuan bangsa. Jadi jangan sepelekan Jamu!!

Tags:
Suara Kebangsaanhasto kristiyantojamuMinuman Tradisional

Administrator

Reporter

Guruh Nara Persada

Editor