Ketika Hatta menjadi Ketua Umum pada tahun 1925, perkumpulan ini meninggalkan istilah bahasa Belanda dan menggunakan nama Perhimpunan Indonesia (PI).
Mantaplah, perkumpulan yang semula wadah kegiatan bersifat sosial kekerabatan dari orang-orang kita di Eropa, di bawah Perhimpunan Indonesia menggaris bawahi propaganda politik kebangsaan dengan titik berat pergerakan untuk mencapai kemerdekaan nasional.

Meja Kerja Bung Hatta. (foto: ist)
Interaksi Dokter Soetomo (lahir 1888) dengan Hatta (lahir 1902) yang cukup intens terjadi di Jerman selama kurang lebih dua bulan.
Hatta sebagai mahasiswa kuliah di Sekolah Tinggi Dagang di Rotterdam (sekarang Erasmus University), jelang libur musim panas pergi ke Hamburg untuk konsentrasi belajar bagi persiapan kuliah pada semester berikutnya. Sekaligus Hatta mengikuti kuliah beberapa minggu di Jerman.
Dokter Soetomo pada saat hampir bersamaan setelah Hatta berada di Hamburg, juga datang untuk latihan praktiknya di sebuah klinik terkenal. Tetapi kamar kos yang hendak dipesan oleh Dokter Soetomo sudah terisi oleh Hatta, sehingga Dokter Soetomo tinggal di kamar kos dari rumah yang berhadapan.
Untuk makan pagi, siang dan malam, selalu bersama-sama di tempat Hatta. Maka kedua tokoh pergerakan kemerdekaan yang beda generasi ini mendapat kesempatan ngobrol macam-macam.
Bahkan pada masa itu sempat pula Hatta berkunjung ke Berlin atas surat dari Darsono yang mengatakan kedatangan Tan Malaka di Berlin. Hatta datang dan semuanya bicara mengenai Indonesia dengan cara perjuangannya masing-masing.
Tentang Tan Malaka, Hatta menulis, “..pada suatu waktu Tan Malaka yang lurus tulang punggung keyakinannya, akan bertentangan dengan Stalin..”
Lima hari di Berlin dan kembali ke Hamburg, Hatta tak menyangka bahwa Dokter Soetomo menjemputnya di stasiun kereta api. Dokter Soetomo mengatakan bahwa ia dengar dari pemilik kos jadwal kedatangan Hatta ke Hamburg dan ia yang kebetulan telah bangun pagi merasa lebih bermanfaat waktunya untuk menjemput ke stasiun.
Untuk waktu yang lama, Hatta di dalam jiwanya mempunyai kesan mendalam terhadap Dokter Soetomo, yang disebutnya sebagai seorang yang mempunyai budi pekerti halus, selalu ramah dan simpatik.
Pada musim panas itu juga, dua rekan Dokter Soetomo dari Universitas Amsterdam, yaitu Dokter Sitanala dan Dokter Liem datang di Hamburg.
Beberapa dekade kemudian, nyonya Rahmi Hatta dalam posisinya sebagai istri Wakil Presiden RI Mohammad Hatta, meresmikan rumah sakit untuk penyakit kusta di Tangerang. Atas keputusan Menteri Kesehatan RI Prof.Dr.Satrio, rumah sakit itu mengabadikan nama dokter Sitanala sebagai dokter Indonesia pertama yang menangani penyakit kusta.