JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Fraksi PAN DPR menilai, asumsi makro yang diajukan pemerintah terlalu optimis, bahkan cenderung tidak realistis.
Hal ini Mengingat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2021 mengalami kontraksi sebesar 0,74 persen year on year.
Hal itu disampaikan Anggota DPR RI Jon Erizal dalam pandangan mini Fraksi PAN terhadap KEM-PPKF (Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal) Tahun 2022 dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (25/5/2021).
Sementara diperkirakan dampak negatif dari Covid-19 masih akan terus berlangsung. F-PAN, masih kata Jon Erizal, berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang realistis di tahun 2022 berada pada kisaran 2,5-3,5 persen.
Namun, jika merujuk pada skenario sangat berat seperti yang disampaikan pemerintah, maka F-PAN berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi hanya berada kisaran 1,5-2 persen.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sangat erat kaitannya dengan kemampuan pemerintah menanggulangi pandemi Covid-19, khususnya meredam penyebaran Covid-19 dan mempercepat proses vaksinasi, mendongkrak daya beli masyarakat, meningkatnya permintaan dari pasar tujuan ekspor.
“Kehadiran vaksin bagi setidaknya 70 persen dari total populasi masyarakat Indonesia perlu terus diperjuangkan. Di penghujung triwulan II-2021 ini, vaksinasi dosis kedua baru mencapai 5,4 persen,” terang Jon Erizal.
F-PAN berharap dengan berjalan cepatnya program vaksinasi dan di saat yang bersamaan ikhtiar dalam menanggulangi pandemi Covid-19 secara konsisten dijalankan, maka konsumsi masyarakat sebagai motor penggerak ekonomi utama kita akan semakin pulih dengan cepat.
Karena itu, masih kata Jon Erizal, belanja pemerintah menjadi faktor pendongkrak ekonomi di masa pandemi juga dapat memacu konsumsi masyarakat.
“Kami juga mengusulkan agar seluruh bantuan sembako yang diberikan sebagai bagian dari program jaring pengaman sosial disalurkan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian nasional,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI itu.
Ia juga mengingatkan agar belanja negara difokuskan untuk menangani tiga prioritas utama, yaitu penanganan kesehatan, perluasan jaring pengaman sosial untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan.
Juga untuk menjaga daya tahan dunia usaha serta mendorong pemulihan ekonomi aktivitas ekonomi. Selain itu, F-PAN memberikan catatan kritis terhadap rasio utang yang telah menembus batas psikologis 30 persen terhadap PDB.
Karena itu pengelolaan utang ke depan harus dilakukan secara ekonomis, prudent dan transparan. Meskipun rasio utang Indonesia masih berada di bawah rasio utang sebesar 60 persen terhadap PDB sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003.
Namun, total utang luar negeri Indonesia harus memperhitungkan utang BUMN dan utang swasta agar gambaran utang rill dapat diketahui. Dengan demikian, seluruh utang dapat dikelola secara cermat dan hati-hati karena mempengaruhi cadangan devisa. (*/win)