Lalu, dalam replik JPU tetap bersikukuh butuh waktu 29 menit puntung roko bisa membakar dan mengenaui elemen kertas dan sisa pekerjaan.
"Padahal, orang terakhir yang merokok dalam BAP itu pukul 16.00 WIB, sedangkan api baru muncul pukul 18.30 WIB, makanya ada yang janggal dalam perkara ini," jelasnya.
Dia menerangkan, ahli dari Puslabfor Polri sejatinya menggunakan teori kemungkinan atau probably approach dalam menganalisis kebakaran tersebut.
Bahkan, berita acara pemeriksaan, pengambilan barang bukti, penyitaan hingga penyerahannya tak dihadiri para saksi dan terdakwa, padahal dalam KUHAP seharusnya prosesnya dihadiri saksi ataupun terdakwa sehingga prosesnya pun dinilai menyalahi aturan.
"Seharusnya diserahkan dan disaksikan oleh saksi maupun terdakwa, orang yang melihat, mendengar, dan menyaksikan (langsung kejadian)," terangnya.
Dia mengungkapkan, terkait kasus ini, pihaknya menyerahkan penilaian semuanya pada masyarakat, yang mengikuti dan mengawal persidangan sejak awal hingga akan mencapai akhir itu, apakah kliennya itu patut dituntut sebagaimana tuntutan JPU ataukah tidak.
Sejak awal, JPU hendak menghadirkan 8 saksi ahli, tapi malah menghadirkan 3 saksi ahli saja.
Lebih lanjut, kata Made, saksi ahli dari Puslabfor Polri berpendapat analisis penyebab kebakaran gedung utama Kejagung RI itu berdasarkan teori kemungkinan, yang mana bisa diakibatkan bara api ataupun nyala api.
Sedangkan nyala api bisa saja terjadi karena adanya korsleting listrik dan itu juga tak bisa dipastikan oleh Ahli Puslabfor Polri.
"Mereka (saksi ahli) juga belum bisa memastikan apa penyebab utamanya, kami dari tim hukum menyadari dengan keyakinan para ahli yang dihadirkan itu, mereka sendiri tidak yakin. Berarti, kami juga meyakini bahwa buktinya itu belum terang (tak bisa dipastikan kabakaran itu terjadi akibat ulah kliennya)," katanya. (adji)