Nah, sejak 3 bulan lalu Wiyono sering blusukan ke rumah janda Nurmanti. Karena keduanya sama-sama kesepian, pastilah bisa diduga apa yang mereka lakukan.
Setidaknya dalam masa pandemi Corona ini, baik Wiyono maupun Nurmanti sama-sama melakukan pelanggaran Prokes secara nyata. Mestinya jaga jarak minimal 1,5 meter, dalam kondisi kepepet jaraknya tinggal nol sentimeter alias adu puser!
Awalnya para tetangga hanya nyindir, dengan maksud agar keduanya tahu diri dan menghentikan aksi mesumnya.
Tapi keduanya tak peduli, asal situasinya mantap terkendali keduanya segera masuk Unit Gawat Darurat Syahwat. Dan pada Sabtu lalu, ketika penduduk masih dalam situasi halal-bihalal, tengah malam keduanya berharam-biharam.
Nah, tak ayal lagi keduanya digerebek warga bersama Pak RT, lalu diserahkan Pak Kades di balai desa. Buat pedesaan, antar warga biasanya ada tautan keluarga.
Karenanya Pak Kades yang berjiwa Prabu Puntadewa raja Ngamarta ini, tak tega jika harus memenjarakan warga karena urusan perselingkuhan. Sebab bila dibawa ke polisi, ancaman hukuman untuk pasal perzinaan bisa sampai 9 bulan. Pak Kades tak tega jika warganya masuk penjara karena urusan selangkangan.
Maka jika Presiden Jokowi tak tega pecat 75 pegawai KPK yang gagal test wawasan kebangsaan, Kades Mujiono juga hanya memberi pembinaan pada kedua praktisi mesum itu.
Selain membayar denda seperlunya, kedua keluarga diminta saling memaafkan karena ini masih suasana Idul Fitri.
Rupanya penduduk tak puas dengan penyelesaian gaya Pak Kades. Warga yang sumbu pendek langsung merusak gedung kantor desa.
Temboknya dirusak, pagar dirobohkan, bahkan meja kerja dan peralatan kantor termasuk komputer jadi sasaran. Polisi Polres Tuban pun turun tangan, kedua pelaku mesum itu dibawa ke Polres. Habisnya, ada warga mesum Pak Kades hanya mesem. (gts)