Namun mereka masih tetap berupaya memasukan produk tanpa izin iti melalui jalur tikus sehingga terus ditemukan makanan yang tak memiliki izin.
"Makanya saat ini kami bekerja sama dengan bea cukai dalam pengawasan ini dan kedepannya akan terus ditingkatkan lagi," terangnya.
Safriansyah menambahkan, selain menemukan makanan yang tak memiliki izin edar, pihaknya juga memberi pengawasan terhadap makanan takjil.
Hasilnya, masih ditemukan makanan yang mengandung zat berbahaya seperti zat pewarna pakaian, formalin dan borak yang ditemukan dari takjil.
"Untuk rinciannya 5,7 persen pangan yang mengandung bahan berbahaya. Borak 2,3 persen, formalin 1,15 persen, dan pewarna pakaian 2,3 persen," paparnya.
Dari hal itu, Safriansyah menilai, dari semua jumlah temuan yang didapat mengalami peningkatan dibanding tahun 2020 lalu. Bila dipresentasikan temuan kali ini mencapai 5,7 persen sementara tahun lalu 3,8 persen.
"Karena itu kami juga meminta masyarakat lebih teliti dalam memilih makanan takjil yang akan di konsumsinya. Pasalnya banyak pedagang yang menggunakan zat berbahaya agar makanan yang dijualnya bisa tahan lama," pungkasnya. (Ifand)