CIPAYUNG, POSKOTA.CO.ID - Pengawasan makanan selama bulan Ramadhan ini terus digencarkan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) DKI Jakarta.
Hasilnya, BBPOM DKI menemukan dan mengamankan 7.083 produk makanan yang tak memiliki izin edar dan menemukan makanan berbuka puasa (takjil) yang mengandung pewarna pakaian dan borak.
Kepala BBPOM DKI Jakarta, Safriansyah mengatakan, pihaknya terus memberikan pengawasan terhadap makanan yang dikonsumsi masyarakat selama Ramadhan ini.
Dari pemeriksaan yang dilakukan, pihaknya menemukan 7083 makanan yang tak memiliki izin edar beredar di masyarakat.
"Semua makanan yang ditemukan itu di impor dari beberapa negara dan masuk tanpa izin edar," katanya, di kantor BBPOM DKI kawasan Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (10/05/2021).
Dikatakan Safriansyah, tak memiliki izin edarnya makanan itu, dikhawatirkan bisa merugikan masyarakat. Pasalnya, dari makanan impor tersebut belum mengetahui keamanan mutu dari makanan yang beredar tersebut.
"Di samping itu, dengan beredarnya makanan impor berbagai merek itu juga merugikan negara dari cukai yang harusnya masuk ke kas pemerintah," ujarnya.
Dalam pengawasan itu, sambung Safriansyah, makanan impor yang ditemukan tersebut didapat dari ritel dan mereka biasa melayanj Warga Negara Asing (WNA).
Namun hal iri tentu saja merupakan pelanggaran karena makanan yang dijual tak memiliki izin edar di Indonesia.
"Makanya ribuan makanan yang kami anggap tak memiliki izin kami sita dan nantinya akan kami musnahkan," sambungnya.
Selama ini, lanjut Safriansyah, pihaknya tak berhenti melakukan pengawasan pihak importir dengan memintanya untuk terus memenuhi ketentuan.
Namun mereka masih tetap berupaya memasukan produk tanpa izin iti melalui jalur tikus sehingga terus ditemukan makanan yang tak memiliki izin.
"Makanya saat ini kami bekerja sama dengan bea cukai dalam pengawasan ini dan kedepannya akan terus ditingkatkan lagi," terangnya.
Safriansyah menambahkan, selain menemukan makanan yang tak memiliki izin edar, pihaknya juga memberi pengawasan terhadap makanan takjil.
Hasilnya, masih ditemukan makanan yang mengandung zat berbahaya seperti zat pewarna pakaian, formalin dan borak yang ditemukan dari takjil.
"Untuk rinciannya 5,7 persen pangan yang mengandung bahan berbahaya. Borak 2,3 persen, formalin 1,15 persen, dan pewarna pakaian 2,3 persen," paparnya.
Dari hal itu, Safriansyah menilai, dari semua jumlah temuan yang didapat mengalami peningkatan dibanding tahun 2020 lalu. Bila dipresentasikan temuan kali ini mencapai 5,7 persen sementara tahun lalu 3,8 persen.
"Karena itu kami juga meminta masyarakat lebih teliti dalam memilih makanan takjil yang akan di konsumsinya. Pasalnya banyak pedagang yang menggunakan zat berbahaya agar makanan yang dijualnya bisa tahan lama," pungkasnya. (Ifand)