Marullah Matali, Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta. (foto: ist)

Opini

'Santai' Allah Bersama Kita (Habis)

Senin 10 Mei 2021, 08:00 WIB

Oleh: Marullah Matali, Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta

BAGAIMANA punya sifat sakinah. Contoh dalam salat. Salah satunya adalah ketika kita datang ke masjid, terlambat takbir pertama imam, maka kita tidak boleh buru-buru, malah disuruh tenang, tidak buru buru lari, tapi tetap dengan tenang, santai, biar tidak ngos-ngosan memulai salatnya.

Sehingga ketika ada sahabat keliru dalam masalah ini, ada shahabat yang tertinggal salat, Rasulullah sudah mulai ruku, maka dia takbir di pintu masjid, ruku di pintu masjid, dia jalan sambil ruku ke arah shof.

Selesai salat dia curhat pada rasulullah, tentang salatnya dia. Kemudian nabi menjawab: “Ya sudah besok besok jangan diulangi lagi.”

Kalimat inilah yang menjadikan ulama beda pendapat, ada yang bilang itu tidak boleh harus ditambah rakaat, ada yang berpendapat boleh karena nabi tidak menyuruh mengulang lagi salatnya.

Yang jelas, nabi santai sekali.

Nabi juga santai menghadapi badui yang buang air kecil di masjid. Sahabat Umar sudah mengeluarkan pedang, sahabat lain sudah merah wajahnya. Namun, nabi yang paling cinta dengan masjid tidak marah.

“Tunggu saja sampai dia buang air kecilnya selesai.” Kemudian disapa orang itu dengan senyuman oleh nabi, yang akhirnya nabi memberitahu agar tidak buang air kecil di masjid. Setelah dinasehati, orang itu masuk islam. Jadi dakwahlah seperti nabi, dengan kesantunan, agar orang simpati dan mau masuk Islam.

“Ya Allah rahmatilah saya dan Nabi Muhammad. Yang lain jangan.” Kata nabi, “Jangan begitu, kalau doa buatlah untuk kebaikan semuanya, karena kamu akan mendapat kebaikan sebanyak yang kamu doakan.“

Kemudian dia berdoa, “Ya Allah rahmatilah aku, nabi, dan orang orang di sekeliling saya.”

Ada juga orang yang masuk Islam di zaman nabi, yang sebelumnya ingin membunuh nabi, dan kemudian di tangkap oleh para sahabat, dan diikat di tiang masjid. Setiap nabi ke masjid, selalu menyapa dia, beliau ngasih makan, ngasih kurma, dikasih minum, diperhatikan.

Lama-lama dia mau membalas sapaan nabi, yang sebelumnya dia acuh terhadap sapaan nabi.

Ketika dia mulai menjawab sapaan dengan baik, nabi Muhammad meminta sahabat melepaskannya. Dan nabi ngobrol dengan dia dengan santai, akhirnya dia ingin pulang ke kaumnya, ingin mengambil tebusan, dan nabi percaya pada dia. Tapi sebelum pulang, dia disuruh mandi dulu. Ternyata mandi itu menjadikan efek mendapat hidayah. Setelah selesai mandi, dia malah ingin masuk Islam.

Baca Juga:

Mandi bukan hanya mau malam mingguan saja, mau ke masjid juga kita sebaiknya mandi dulu, walaupun bukan hari Jumat, dan ini bukan hal wajib, ternyata dengan mandi mendapat hidayah, mengapa setelah mandi dapat hidayah?

Kalau sebelum mandi, dia sudah respek simpati pada Islam, dan puncaknya setelah mandi, karena Allah suka pada orang yang bersih.

Dan akhirnya dia masuk Islam menjadi sahabat nabi Muhammad. Jadi atasi masalah dengan tenang bukan dengan panik, bukan dengan emosi, dan terkadang bukan juga dengan debat, tapi terkadang masalah perlu diatasi dengan senyuman, dengan tafakkur, merenung, muhasabah, atau bahkan dengan diam yang diiringi doa kepada Allah.

Mari muhasabah, tafakkur, merenung, dzikir, dan doa dalam iktikaf bersama. (*)

Tags:
santaiAllah Bersama KitaramadanTausiahSekda DKI JakartaMarullah Matali

Administrator

Reporter

Administrator

Editor