Tetapi di tengah keterbatasan dan kendala yang dihadapi, para petani terus berkarya untuk bertanam padi, menyuplai beras sebagai makanan pokok bangsa sendiri, dan lainnya lagi. Menanam sayur mayur, buah-buahan, kedelai, beternak ( sapi, kerbau, kambing dan lain-lain), hingga menjadi petani garam untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, agar negeri kita tidak lagi impor beras, kedelai atau pun garam.
Kita tentu akan bangga jika petani dan produknya menjadi tuan di negeri sendiri, apalagi sampai menjadi tuan di negara tetangga.
Tidaklah sulit jika menempatkan secara sungguh-sungguh pentingnya peran dan posisi petani sebagai entitas bangsa yang diikuti kebijakan konkret di bidang pertanian dengan memberikan perlindungan kepada petani.
Perlindungan dimaksud, di antaranya menyediakan prasarana dan sarana produksi pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha tani dan memberikan kepastian usaha tani.
Tak kalah pentingnya melindungi petani dari fluktuasi harga, praktik ekonomi biaya tinggi, dan gagal panen.
Kita tak ingin menjadi petani karena terpaksa untuk menyambung hidup akibat tiadanya pekerjaan lain. Yang muda pergi ke kota, terjadilah urbanisai besar-besaran. Muncul problema baru. Di desa, tanpa regenerasi petani, di kota bertumpuk angkatan kerja tanpa peluang kerja.
Peduli regenerasi petani pun harus dilakukan dengan mengedukasi bahwa petani adalah profesi bergengsi dan juga panggilan negeri. Peduli kepada petani perlu bukti.
Sejalan dengan itu, profesi petani akan diminati jika ada kepastian jaminan sosial, taraf hidupnya meningkat, dukungan kelembagaan keuangan besar, dan juga terbuka peluang mewujudkan kedaulatan dan kemandirian dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidupnya. (*).