“Berikan Kehidupan Kepada Orang Lain”

Kamis 04 Mar 2021, 07:00 WIB

Oleh Harmoko

HIDUP yang berharga adalah hidup yang memberikan kehidupannya kepada orang lain,” seperti dikatakan Albert Einstein, fisikawan Jerman.

Sering juga disebut hidup yang memberi manfaat kepada banyak orang.

Diibaratkan “bunga” tanpa diminta memberikan keharumannya kepada alam sekitarnya. Bahkan, kepada tangan yang menghancurkannya.

Filosofi hidup seperti ini hendaknya menjadi rujukan bagi kita semua, lebih – lebih di era pandemi seperti sekarang ini, di mana beban hidup kian terasa, jika tidak ingin dikatakan semakin berat.

Pemulihan ekonomi masih tersendat, sementara angka positif Covid -19 masih terus bergerak cepat.

Dikaitkan dengan era kekinian, membantu korban banjir, membantu tetangga yang lagi mengisolasi diri akibat terinfeksi virus corona, bagian dari upaya memberikan kehidupannya kepada orang lain.

Menjadi manusia berharga atau bermanfaat tidaklah sulit jika dilandasi adanya kemauan yang kuat atau sering disebut niat.

Kemudian dilaksanakan penuh dengan keikhlasan. Selanjutnya ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya.

Hidup bermanfaat untuk orang lain, bukan milik mereka yang berlebih kemampuan.

Setiap orang bisa menjadi bermanfaat bagi lingkungan, asal itu tadi, ada niat tulus dan ikhlas.

Tentu, bagi mereka yang berharta, sisihkan sebagian hartanya untuk orang lain yang membutuhkan. Sebut saja mengirimkan sembako kepada tetangga yang sedang terisolasi mandiri.

Jika tidak punya harta, gunakan dengan ilmunya untuk kemanfaatan orang lain.
Jika merasa tidak memiliki ilmu yang pantas diajarkan kepada orang lain, cobalah gunakan sifat santun dan ucapan yang baik. Tidak juga dengan ucapan, gunakan dengan doanya.

Terdapat sejumlah perilaku yang mencirikan seseorang yang hidupnya  bermanfaat bagi orang lain, seperti hasil telaah para ahli, di antaranya peduli terhadap lingkungan, membantu mereka yang sedang mengalami kesulitan, menjadi relawan, mendonorkan darah, menggali kreativitas, dan berbagi pengalaman tergolong bermanfaat, jika untuk menuju kebaikan.

Yang hendak kami sampaikan adalah siapa pun dia, mulai pekerja serabutan, kuli bangunan, ibu rumah tangga, bisa memberi manfaat kepada orang lain. Lebih – lebih tokoh masyarakat, aparat dan pejabat negara tentu lebih berkemampuan dan berpeluang kapan saja bila hendak melakukannya. Misalnya melalui kebijakan yang digulirkan.

Kebijakan disebut bermanfaat, jika kebijakan tersebut bijaksana, yakni  mendatangkan manfaat bagi masyarakat, rakyatnya. Kebijakan yang memberi harapan menuju kebaikan dan kemajuan, bukan keburukan, apalagi menimbulkan kemudharatan dan kemunduran.

Kebijakan yang menyejukkan, bukan memanaskan situasi, menimbulkan kontroversi dan pada akhirnya mendatangkan konflik pribadi, lingkungan dan antar –kelompok. Lebih lanjut akan muncul barisan pro dan kontra yang akan selalu berseberangan baik dari ucapan, sikap dan perilaku perbuatan.

Kondisi seperti ini, tentu, menjadi penghambat upaya membangun kebersamaan yang saat ini sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan beragam problema yang menimpa negeri kita.

Kita masih ingat negeri kita merdeka karena perjuangan yang didasari adanya kebersamaan dan kekompakan. Adanya niat suci para pejuang bahwa apa yang dilakukannya semata demi kemaslahatan, bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara. Dan, ini diteladankan oleh para tokoh pejuang kita, para pemimpin pejuang dan para pendiri negeri.

Era kini, cukup sederhana. Siapa pun dia disebut bermanfaat, jika ucapan, perilaku dan perbuatannya menciptakan ketenangan, bukan menimbulkan kekacauan yang berujung kepada retaknya hubungan sosial. Ikut menyelesaikan masalah, bukan menambah besar masalah. (*).

Berita Terkait

Peduli Petani Perlu Bukti

Kamis 25 Mar 2021, 07:00 WIB
undefined

Mari Kelola Hasrat Diri

Senin 12 Apr 2021, 07:00 WIB
undefined

Keberagaman Tak Perlu Dipersoalkan

Kamis 15 Apr 2021, 07:00 WIB
undefined

News Update