Oleh Harmoko
“HIDUP yang berharga adalah hidup yang memberikan kehidupannya kepada orang lain,” seperti dikatakan Albert Einstein, fisikawan Jerman.
Sering juga disebut hidup yang memberi manfaat kepada banyak orang.
Diibaratkan “bunga” tanpa diminta memberikan keharumannya kepada alam sekitarnya. Bahkan, kepada tangan yang menghancurkannya.
Filosofi hidup seperti ini hendaknya menjadi rujukan bagi kita semua, lebih – lebih di era pandemi seperti sekarang ini, di mana beban hidup kian terasa, jika tidak ingin dikatakan semakin berat.
Pemulihan ekonomi masih tersendat, sementara angka positif Covid -19 masih terus bergerak cepat.
Dikaitkan dengan era kekinian, membantu korban banjir, membantu tetangga yang lagi mengisolasi diri akibat terinfeksi virus corona, bagian dari upaya memberikan kehidupannya kepada orang lain.
Menjadi manusia berharga atau bermanfaat tidaklah sulit jika dilandasi adanya kemauan yang kuat atau sering disebut niat.
Kemudian dilaksanakan penuh dengan keikhlasan. Selanjutnya ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya.
Hidup bermanfaat untuk orang lain, bukan milik mereka yang berlebih kemampuan.
Setiap orang bisa menjadi bermanfaat bagi lingkungan, asal itu tadi, ada niat tulus dan ikhlas.
Tentu, bagi mereka yang berharta, sisihkan sebagian hartanya untuk orang lain yang membutuhkan. Sebut saja mengirimkan sembako kepada tetangga yang sedang terisolasi mandiri.
Jika tidak punya harta, gunakan dengan ilmunya untuk kemanfaatan orang lain.
Jika merasa tidak memiliki ilmu yang pantas diajarkan kepada orang lain, cobalah gunakan sifat santun dan ucapan yang baik. Tidak juga dengan ucapan, gunakan dengan doanya.
Terdapat sejumlah perilaku yang mencirikan seseorang yang hidupnya bermanfaat bagi orang lain, seperti hasil telaah para ahli, di antaranya peduli terhadap lingkungan, membantu mereka yang sedang mengalami kesulitan, menjadi relawan, mendonorkan darah, menggali kreativitas, dan berbagi pengalaman tergolong bermanfaat, jika untuk menuju kebaikan.
Yang hendak kami sampaikan adalah siapa pun dia, mulai pekerja serabutan, kuli bangunan, ibu rumah tangga, bisa memberi manfaat kepada orang lain. Lebih – lebih tokoh masyarakat, aparat dan pejabat negara tentu lebih berkemampuan dan berpeluang kapan saja bila hendak melakukannya. Misalnya melalui kebijakan yang digulirkan.
Kebijakan disebut bermanfaat, jika kebijakan tersebut bijaksana, yakni mendatangkan manfaat bagi masyarakat, rakyatnya. Kebijakan yang memberi harapan menuju kebaikan dan kemajuan, bukan keburukan, apalagi menimbulkan kemudharatan dan kemunduran.