SERANG, POSKOTA.CO.ID - Akademisi Universitas Sultan Agung Tirtayasa (Untirta) Serang Ikhsan Ahmad mempertanyakan realisasi pelaksanaan program pendidikan gratis di SMK/SMA dan SKh di Provinsi Banten.
Program yang terus diwacanakan ke publik oleh Gubernur Banten Wahidin Halim WH itu dalam realitanya dinilai hanya sebagai bentuk pencitraan dirinya saja, sebab pada kenyataannya program itu tidak pernah terjadi sejak tahun 2017 lalu.
"Pada tahun 2017, Pempov Banten mengalokasikan anggaran Rp500.000/persiswa untuk pendidikan gratis, namun anggaran itu tidak bisa diserap dan akhirnya menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa)," katanya saat dihubungi, Kamis (24/2/2021).
Tidak hanya terjadi pada tahun 2017, Ikhsan melanjutkan, hal yang sama juga terjadi pada tahun anggaran 2018, dimana pada saat itu Pemprov Banten mengalokasikan anggaran sebesar Rp1.000.000/persiswa, namun kembali menjadi SILPA.
"Uniknya, karena terus menjadi Silpa, pada tahun anggaran 2019 Pempov Banten mengalihkan anggaran pendidikan gratis yang bersumber dari Bosda itu untuk pembayaran gaji guru dan tenaga tata usaha honorer, lengkap dengan tunjangannya, seperti tunjangan wali kelas, pembina eskul dan lain sebagainya," jelasnya.
Sedangkan untuk tahun 2020, dijelaskan Ikhsan, Pempov Banten melakukan perubahan Pergub No. 31 Tahun 2018 tentang pendidikan gratis, diganti dengan Pergub No.52 Tahun 2020.
Baca juga: Cagub TB Hasanudin Janji Sekolah Gratis Jika Terpilih
Dalam Pergub tersebut dijelaskan bahwa pembiayaan pendidikan gratis adalah pengalokasian pembiayaan untuk belanja pegawai, belanja barang/jasa dan belanja modal.
"Sementara pada tahun anggaran 2021 ini, anggaran Bosda dialokasikan untuk belanja pegawai. Lalu kapan pendidikan gratis itu dilaksanakan?" ucapnya.
Menurut Ikhsan, pendidikan gratis di Provinsi Banten dinilai dijalankan bukan karena amanat konstitusi, tetapi berbasis pencitraan. Ketika hal itu yang terjadi, maka pilihannnya adalah kalkulasi gratis untuk masyarakat.
"Pendidikan gratis telah menyulap adanya fakta kesulitan biaya operasional sekolah tingkat SMA/SMK dan SKh. Kepala Sekolah mesti pandai mencari celah agar bisa membayar tagihan PLN, tagihan internet setiap bulannya dan keperluan tak terduga lainnya," ungkapnya.
Baca juga: Gubernur Banten: Pendidikan Gratis Adalah Keniscayaan
Celakanya, tegas Ikhsan, dana Bosnas 2021 tahap I sampai saat ini belum cair dan diperkirakan cair pada bulan Maret 2021.
"Artinya, selama 2–3 bulan kedepan, sekolah mesti mencari dana sendiri untuk menutupi operasional mereka, karena meminta partisipasi kepada masyarakat tidak diperbolehkan," ungkapnya.
Parahnya, lanjut Ikhsan, ketika salah satu kepala sekolah di Banten meminta partisipasi kepada orang tua siswa karena mengalami kesulitan pembiayaan operasional, yang terjadi justru yang bersangkutan dipecat.
"Tagihan PLN dan internet di beberapa sekolah unggulan bisa mencapai puluhan juta rupiah," jelasnya.
Ikhsan mengakui, pada tahun 2019, biaya tagihan PLN dan internet sudah dianggarakan dalam Bosda, bahkan saat itu katanya sudah ada MoU dengan pihak PLN dan Telkom, dimana pembayarannya langsung dari dana BOSDA melalui bendahara Pemprov Banten.
"Akan tetapi kemudian di tahun 2020, semua berubah karena dana Bosda hanya dialokasikan untuk gaji guru dan tu non PNS saja," tegasnya. (luthfi/kontributor/tha)