WADUH, gitu aja nggak bisa. Gimana sih. Percuma, katanya jago, kok nendang bola aja melenceng. Padahal itu kan mudah banget, makanan di depan mata. Payah!
Begitu maki seorang penggemar bola, ketika seorang pemain jagoannya nggak mampu menyelesaikan eksekusinya dengan baik. Bola yang seharus masuk ke gawang, tapi malah melambung jauh.
Boleh saja si penggemar memaki, karena kecewa berat. Tapi jika makian tersebut asal bunyi, bahwa menurut dia itu mudah. Tapi apakah benar pandangannya tersebut?
Baca juga: Berani-beraninya Kau Narkoba?
Boleh diperdebatkan, bahwa seorang yang ditugasi untuk eksekusi tersebut, bukannya nggak serius atau main-main. Dia juga sudah bekerja keras, berpikir keras bagaimana menendang bola dengan baik dan harus masuk gawang. Tapi, kenyataan lain, bola nggak mau begitu saja ditendang dan masuk bersarang di jaring gawang?
Lalu bolehkan si penggemar kecewa? Boleh-boleh saja. Tapi, ketika juga harus memaki dengan serampangan, bahwa kesalahan atau tidak keberhasilan itu menjadikan sasaran sumpah serapah, dengan kata yang nggak layak? Goblok, tolol dan sebagainya, kayaknya nggak cantiklah!
Nah ilustraisi di atas kayaknya juga terjadi di tingkat para pejabat, orang pinter, poitikus, dan masyarakat luas. Mereka ramai-ramai saling menghujat dan bahkan disertai dengan makian. Tuh, di musim banjir ini, pasti pimpinan daerah kena sasaran amarah masyarakat yang kena banjir. Bukan itu saja, lawan politiknya juga nggak menyia-nyiakan kesempatan untuk memaki. ”Emang ngapain aja sih selama ini? Ngatasi banjir, macet aja nggak becus…”
Baca juga: Pedasnya Sambal, Pedasnya Kritik
Enak ya, kalau ngomel. Padahal, kalau dia jadi pejabat juga saruwa wae. Eh, si pejabat juga nggak mau kalah.’ Ini bukan karena kita tidak mampu, tapi kehendak alam!’
Dan kata Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki alam semesta,” Bahwa kerusakan di bumi ini karena tangan-tangan jahil manusia juga!”
Ayo, siapa yang berani membantah? (massoes)