BEBERAPA pihak berpendapat bahwa sudah seharusnya koruptor yang menilep milyaran rupiah duit rakyat yang sedang kesusahan karena Covid dll, dihukum mati saja.
Tapi beberapa petinggi parpol asal dari koruptor tersebut dan juga pembela hukumnya tidak setuju hukuman mati. Malahan salah satu pembela itu menyatakan bahwa hukuman mati bagi koruptor hanya dilakukan di negara komunis. Sedangkan di negara demokratis, hukuman mati ditiadakan.
Namanya juga pembela. Mestinya ya membela agar jangan sampai orang yang dibelanya benar-benar dijatuhi hukuman mati. Juga partai asal, patutnya memang menolak hukuman mati bagi kadernya karena bisa memberi malu partainya.
Bagi rakyat seperti kita, mau dihukum mati atau seumur hidup ya boleh-boleh saja yang penting dihukum berat. Jangan sampai seperti banyak kasus dimana hukuman bagi koruptor kelas kalap hanya dijatuhi hukuman sekitar lima tahun dan denda sekian puluh juta.
Apalagi hukuman ringan itupun nanti mendapat remisi alias pemotongan masa hukuman. Akibatnya lahir anekdot bahwa jika di luar negeri, koruptor dipotong lehernya, disini dipotong masa hukuman.
Berat ringannya hukuman bagi koruptor itu menggambarkan serius tidaknya pertimbangan hakim terhadap nurani keadilan masyarakat. Timbangan keadilan itu menyatakan bahwa yang bersalah berat ya harus dihukum berat dan sebaliknya. Jadi jangan sampai yang kelas kakap dihukum ringan, sebaliknya nenek yang mengambil ranting kayu dihukum berat.
Dalam negara kita, perlakuan yang adil bagi seluruh warga memang masih menjadi masalah besar dan jeleknya hal itu berkelindan dengan kemiskinan. Sudah miskin masih diperlakukan dengan tidak adil. Ini sungguh menyakitkan.
Andaikata kemiskinan kita ini dipertemukan dengan perlakuan yang adil dari negara, mungkin sakit hati kita masih bisa terobati. Atau meskipun ada perlakuan tidak adil tapi dibarengi dengan adanya kemakmuran, inipun mungkin masih bisa diterima oleh masyarakat. Tapi jika kemiskinan dikombinasikan dengan ketidakadilan, hal itu sungguh menyayat hati.
Koruptor kelas kakap tersebut seharusnya memang mendapat hukuman yang berat. Mereka jelas telah menyebabkan kerugian bagi negara dan masyarakat. Sekali lagi, bagi kita tidak menjadi persoalan apakah mereka akan dihukum mati atau seumur hidup. Yang penting dihukum berat.
Perlakuan yang adil harus dikedepankan. Ingatlah pemeo jaman dulu : Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah. Pemeo itu masih berlaku sampai sekarang dan sampai kapanpun.
(Profesor DR Amir Santoso, Gurubesar FISIP UI; Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta).
BalasBalas ke semuaTeruskan |