SEJAK zaman dulu di negeri China, perayaan tahun baru imlek dilakukan sebagai bentuk syukur berakhirnya musim dingin dan datangnya musim semi yang jatuh pada tanggal satu bulan satu penanggalan Imlek (dalam Bahasa hokkian disebut cia gek ce it).
Namun saat ini perayaan Imlek telah berkembang ke seluruh dunia dan bercampur serta menyesuaikan adat istiadat di negara dan daerah masing-masing.
Di kampung kelahiran saya di Pulau Rupat, Provinsi Riau, perayaan Imlek dimaknai sebagai bentuk syukur kepada Tuhan yang telah memberikan rahmat dan karunianya, keselamatan, kesehatan, dan keberuntungan selama menjalani tahun dan berdoa agar di tahun berikutnya akan lebih baik lagi.
Sehari sebelum tahun baru Imlek, biasanya saya melakukan doa bersama kepada para leluhur di rumah orangtua dan dilanjutkan dengan makan malam bersama keluarga besar.
Di sinilah setahun sekali anak cucu berkumpul jadi satu, saling berbagi cerita dan canda tawa yang puncaknya dilanjutkan dengan berbagi Angpao, inilah momentum yang sangat ditunggu oleh anak-anak.
Saya teringat ketika semasa kecil dulu, tanpa rasa malu pergi berkunjung ke rumah saudara dengan mengucapkan “Gong Xi Fa Cai, Hibang Take Huat Tua Cai, Na U Hokkhi Angpao Ce Ge Lai (dalam bahasa hokkian yang berarti Selamat berbahagia dan sejahtera, semoga Anda semua mendapat rezeki banyak dan kalau ada hoki berikanlah angpao satu buat saya).
Tahun baru Imlek kali ini jatuh pada tanggal 12 februari 2021, terdapat keunikan pada tanggal tersebut apabila di tulis dalam angka 12.02.2021 yang apabila dibaca baik dari depan maupun belakang angka nya akan sama.
Barangkali keunikan ini akan membuat kita tidak akan pernah lupa bahwa dunia maupun negeri kita tercinta Indonesia sedang dilanda wabah virus corona, sehingga perayaan Imlek kali ini terasa sangat berbeda.
Saya sendiri memutuskan untuk tidak pulang kampung juga tidak saling kunjung sehingga momen-momen kebersamaan tidak lagi terasa, namun berkat perkembangan teknologi saat ini, momen tersebut kami lakukan secara virtual menggunakan video conference, ini sebuah pengalaman baru meskipun kehilangan rasa akan tetapi tidak menghilangkan makna.
Pada Tahun Baru Imlek ini, saya menyempatkan diri untuk berdoa di sebuah kelenteng di Pluit Jakarta utara, bersama keluarga kecil dengan ditemani seorang supir bernama Taufik sepanjang perjalanan pergi dan pulang dengan mengambil jalan yang berbeda dari rumah saya di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Saya membagikan angpao kepada orang yang kurang mampu yang saya temui diperjalanan, ada pemulung yang sedang mengais sampah, ada juga yang menjadi pengemis di jalanan, ada yang menjaja kopi keliling naik sepeda, termasuk ada orang yang sudah tua renta dengan tertatih membawa gerobak kecil berisi barang bekas dll.
Ekspresi mereka ketika menerima angpao berbeda-beda, ada yang langsung berdoa dan bersyukur kepada Tuhan, ada yang senang kegirangan sambil dipamerkan ke teman-teman nya, ada juga yang berdoa sambil menangis, melihat ekspresi mereka
Ketika menerima angpao tersebut membuat kami merasa terharu, mata saya dan istri tidak terkecuali supir saya berkaca-kaca. Di sinilah letak pelajaran hidup yang bisa kita ambil, bahwa sering kali orang melihat keatas dan merasa diri selalu berkekurangan sehingga lupa untuk melihat kebawah bahwa kita seharusnya bersyukur karena telah diberikan kelebihan dan berkecukupan.
Perayaan Imlek berlangsung selama 15 hari di mana nanti akan ditutup dengan perayaan Cap Go Me yang jatuh pada tanggal 26 februari 2021. Masih ada sisa waktu untuk kita merayakannya dengan penuh makna.
GONG XI FA CAI 2572 (Tahun 2021). (Sucipto)