Mata uang dollar. (Ist)

Nasional

DPR Ingatkan Pemerintah Hati-hati Melaksanakan Kebijakan Defisit Anggaran

Kamis 18 Feb 2021, 15:30 WIB

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam melaksanakan kebijakan defisit anggaran.

Anis Byarwati mengatakan, bahwa defisit APBN akan semakin lebar, sebagai akibat dari ekspansi fiskal Pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian di saat Pandemi. Hal ini terlihat dengan adanya pelebaran defisit fiskal dari 2,2% pada tahun 2019, menjadi 6,3% pada tahun 2020.

“Dan diperkirakan masih akan defisit sebesar 5,7% di tahun 2021,” kata Anis.

Ketua DPP PKS BIdang Ekonomi dan Keuangan ini juga menyampaikan bahwa defisit merupakan langkah normal di saat resesi, akan tetapi ia mengingatkan, tetap perlu kehati-hatian dalam melaksanakan kebijakan defisit ini.

Baca juga: Jokowi Bertekad Turunkan Defisit Hingga 971, 2 Triliun

Catatan lain yang diberikan oleh Doktor Ekonomi Islam ini, terkait dengan sebagian besar defisit APBN dibiayai oleh utang. Semakin lebar defisit, semakin besar juga utang. 

"Untuk memaksimalkan pertumbuhan, tentu utang harus digunakan. Tetapi yang sering terjadi adalah Pemerintah justru gagal membelanjakan uang,” paparnya, Kamis (18/2/2021).

Hal ini tercermin dari besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) selama 5 tahun terakhir yang mencapai Rp 10-30 Triliun setiap tahunnya. 

Anis menjelaskan, pelebaran defisit ini disebabkan oleh tingginya anggaran Penyelamatan Ekonomi Nasional (PEN). Akan tetapi, data terakhir menunjukkan bahwa realisasi anggaran PEN hingga akhir tahun 2020 belum maksimal, hanya sebesar 83%. 

"Hal ini tentu merugikan, karena utang yang sudah ditarik pemerintah, gagal dimanfaatkan untuk penyelamatan ekonomi nasional," katanya.

Baca juga: Genjot Ekspor dan Mengurangi Defisit Dagang Jadi PR Mendag Baru

Anis juga menyoroti primary balance Indonesia yang dalam beberapa tahun ini selalu tercatat negatif. Ketika primary balance negatif artinya Pemerintah sedang menjalankan kebijakan gali lubang tutup lubang.

"Pemerintah menerbitkan utang baru untuk membayar utang yang lama. Hal ini tentu bukan pertanda baik untuk keberlangsungan fiskal Indonesia," tegas Anis.

Di tengah pandemi, primary balance Indonesia semakin memburuk. Pada tahun 2020 diperkirakan mencapai -4,3% dan pada tahun 2021 mencapai -3,59%.

"Pemerintah harus mewaspadai lampu kuning dari semakin besarnya  negatif primary balance ini, agar fiskal Indonesia lebih sustain untuk tahun-tahun mendatang," ungkap Anis.

Baca juga: Awal Bulan Februari, Nilai Tukar Rupiah Dibuka Melemah Pada Level Rp14.038 Per Dolar AS

Anis memaparkan bahwa pada masa pra-pandemi, debt to GDP ratio Indonesia terus meningkat, dari awalnya 24% pada tahun 2014 menjadi 30,2% di tahun 2019.

Meningkatnya debt to GDP ratio menunjukkan bahwa selama periode tersebut penambahan utang lebih tinggi dibandingkan penambahan PDB. Artinya, utang Pemerintah selama ini belum cukup produktif untuk mendorong PDB nasional.

"Hal ini tentu perlu menjadi catatan penting. Meningkatnya debt to GDP ratio yang mencapai 37% di tahun 2020 dan diperkirakan menjadi 41% pada tahun 2021, merupakan sinyal kurang bagus. Ini berarti Pemerintah akan kesulitan mengendalikan laju utang di masa yang akan datang," pungkasnya. (rizal/tha)

Tags:
DPR RIanis byarwatipemerintahkebijakan-defisit-anggarandefisit-anggarannilai-tukar-rupiahnilai tukar

Reporter

Administrator

Editor