Baca juga: Jokowi Ajak Waspadai Krisis Pangan Sebagai Dampak Pandemi Covid-19
Dikatakannya, data inventarisasi ulang persediaan beras digunakan untuk memetakan pola ketidakseragam kebutuhan beras sampai tingkat RT dan RW.
“Data ini menjadi syarat untuk mengetahui sebaran kebutuhan beras secara presisi," ucapnya.
Setelah menginventarisasi ulang data beras presisi langkah selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan pangan adalah mengenjot produktivitas sektor hulu pangan.
Baca juga: Belum Ditemukan Penimbunan Kedelai, Satgas Pangan Polri Tetap Pantau Importir Dipasaran
Salah satu cara mengenjot produktivitas pangan adalah dengan mempraktikkan pertanian presisi dalam kegiatan off-farm dan on-farm.
"Praktik konsep off-farm adalah membuat sistem logistik pertanian secara digital. Penerapan teknologi block-chain akan menjamin rekam jejak dan tranparansi aliran produk pertanian dari hulu hingga hilir," bebernya.
Sedangkan, lanjutnya, untuk praktik on-farm diwujudkan dengan usaha tani presisi. Hal ini meliputi enam factor.
Keenamnya adalah pemilihan benih unggul berbasis bioinformatics, pemupukan presisi, pengairan presisi, pengendalian hama secara organik menggunakan kecerdasan buatan, penggunaan traktor otomatis, dan menyemai benih dengan robot.
Keenam kegiatan tersebut dapat dikontrol dengan aplikasi digital dari jarak jauh, sehingga pemonitoran terhadap tanaman dapat dilakukan kapan dan dimana pun.
"Agar tidak menimbulkan disrupsi, dibutuhkan regulasi yang jelas dalam mempraktikan pertanian presisi. Bentuk nyata regulasi penting diwujudkan sebelum praktik pertanian presisi menjamur dipenjuru negeri,” katanya.
Adapun bentuk praksis regulasi pertanian presisi yang penulis maksud adalah membuat peraturan terkait besaran asuransi, pajak dari proses bisnis pertanian off farm, batasan teknis penggunaan teknologi seperti frekuensi gelombang serta ketinggian teknologi drone untuk memonitor lahan pertanian, dan lain-lain. (rizal/win)