Dulu, polisi dan tentara dianggap sebagai warga pilihan karena itu diistimewakan. Seiring perjalanan jaman, orang makin menganggap polisi dan tentara sama saja dengan mereka. Yang beda hanya pakaiannya.
Jadi ketika warga tersinggung, mereka melawan. Apalagi ketika warga tahu melalui berbagai kanal berita tentang perlakuan tidak adil polisi terhadap mereka.
Yang kecil diinjak, yang besar dipundak. Beredar berita seorang nenek yang mengambil ranting pohon di halaman sebuah perkebunan, ditangkap dan diajukan ke pengadilan. Namun kemudian muncul video seorang konglomerat sedang diusung ramai-ramai dipundak sebarisan polisi.
Terlepas dari apapun jasa konglomerat itu terhadap polisi, masalahnya adalah citra konglomerat, si apapun, sudah terlanjur buruk di mata publik. Jadi meskipun ada konglomerat yang suka membagi duitnya namun hal itu belum berhasil mengangkat citra mereka.
Jadi siapapun yang menjadi Kapolri tidak akan dipersoalkan oleh publik. Mereka hanya menunggu apakah akan ada perubahan sikap polisi terhadap masyarakat setelah Kapolri baru dilantik. Misalnya, jika dulu, polisi dianggap sering berlaku tidak adil, apakah sekarang bisa menjadi lebih adil.
Jika dulu polisi sering menangkap dan menahan si lemah, apakah nanti si kuat yang bersalah juga akan ditangkap dan dikerangkeng di sel yang sama dengan si lemah?
Jika dulu, polisi dianggap suka menginjak yang dibawah apakah nanti dibawah Kapolri baru akan mampu mengayomi semua lapisan masyarakat.
Jika tidak ada perubahan jangan salahkan jika masyarakat akan tetap skeptis dan akan lebih berani melawan polisi.
Karena itu saya sarankan agar pasukan cyber polisi tidak hanya difungsikan untuk mengawasi teroris dan hoax. Mestinya mereka diharuskan mengawasi konten medsos untuk mengamati perkembangan dan perubahan sosial dan menganalisisnya. Ini agar polisi bisa segera menangkap dan memahami nuansa perubahan sosial tersebut guna keperluan pendidikan internal Polri.
Menyikapi prilaku masyarakat tidak bisa dan tidak boleh hanya melalui pendekatan hukum dan kekuasaan. Menghadapi masyarakat, dibutuhkan kesabaran dan kebijaksanaan. Agar bisa sabar dan bijak, dibutuhkan keluasan wawasan terutama di kalangan atasan Polri.
(Profesor DR Amir Santoso, Gurubesar FISIP UI; Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta).