Saksi Ahli Habib Rizieq Prof Mudzakir Mengatakan Undangan Bukanlah Hasutan

Kamis 07 Jan 2021, 23:59 WIB
Suasana sidang Praperadilan Habib Rizieq Shihab di PN Jakarta Selatan

Suasana sidang Praperadilan Habib Rizieq Shihab di PN Jakarta Selatan

JAKARTA – Pakar Hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Mudzakir dihadirkan tim pengacara Habib Rizieq Syihab sebagai saksi ahli, pada persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan di Jl. Raya Ampera, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (7/1/2021),

Ia hadir dalam secara virtual via zoom menjelaskan bahwa penggunaan pasal Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang karantina kesehatan harus dilihat berdasarkan unsur pokoknya.

Yang sebagaimana tertuang dalam pasal 9 ayat 1 yang menyebutkan jika setiap orang harus mematuhi kekarantinaan kesehatan.

Baca juga: Rhoma Irama Jadi Saksi Ahli Pada Sidang Praperadilan Habib Rizieq

Menurutnya, perintah yang wajib, tapi kalau dibahasakan hukum pidanakan, itu berubah menjadi negatif.

“Seseorang itu tidak mematuhi penyelenggaraan kesehatan. Atas dasar itu ahli sampaikan apa yang dimaksud kekarantinaan kesehatan dan seterusnya yang dasarnya harus ada karantina, karantina itu objeknya adalah lockdown terhadap satu kota wilayah tertentu lockdown terhadap lokasi tertentu dan sebagainya," kata Muzakir saat sidang, Kamis (07/01/2021). 

"Prinsipnya adalah tidak ada keluar masuk-keluar masuk dalam tempat UU. Karena kalau itu keluar masuk ada kemungkinan tertularnya penyakit," tambah Prof Muzakir.

Baca juga: Sidang Praperadilan Habib Rizieq, Hakim Menegur Tim Polisi dan Pengacara yang Saling Bertengkar di Persidangan

Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan dalam pembuktian pokok tadi, bahwa adanya pelanggaran kekarantinaan.

"Itu esensianya adalah pelanggaran kekarantinaan melanggar keluar masuk ke dalam tanpa izin, atau masuk ke luar tanpa izin. prinsipnya seperti itu," tambahnya.

Oleh sebab itu lah, Muzakir menarik penafsiran aturan karantina kesehatan harus terdapat sebab akibat yang menimbulkan adanya kedaruratan kesehatan masyarakat, sebagai akibat secara tindak pidana formil.

Baca juga: Tim Penasehat Hukum Polda Metro Minta Majelis Hakim Tolak Permohonan Praperadilan Habib Rizieq

"Formil adalah tidak mematuhi penyelenggaraann karantina kesehatan, kalau dia menghalang-halangi karantina kesehatan keduanya akan menimbulkan akibat, namanya kedaruratan kesehatan," katanya.

Kita balik dalam terori kausalitas, lanjutnya,  kalau itu musabatnya, tidak mematuhi karantina kesehatan, berakibat kedaruratan kesehatan masyarakat maka harus dibuktikan juga kedaruratan kesehatan semata-mata disebabkan karena adanya orang dalam hal ini adalah orang yang dipriksa.

"Karena tidak mematuhi karantina kesehatan, akibatnya adalah kedaruratan kesehatan dan kedaruratan kesehatan semata-mata disebabkan orang tersangka tadi tidak melaksanakan karantina kesehatan," tambahnya.

Baca juga: Sidang Praperadilan Habib Rizieq di PN Jaksel, Tim Pengacara Beberkan Poin Keberatan

Kemudian apabila yang bersangkutan tidak mematuhi karantina kesehatan, namun tidak berakibat pada kedaruratan kesehatan maka tidak bisa dikenakan tindak pidana Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 UU Karantina Kesehatan.

"Atau mungkin terjadi kedaruratan kesehatan, itu bukan musababnya orang tersangka yang bersangkutan. Tapi ada musabab-musabab yang lain. mangkanya dalam teori kausalitas harus kausalitas. Karena lahir kedaruratan kesehatan masyarakat, kedaruratan kesehatan masyarakat karena perbuatan dia," terangnya.

Jika perbuatan yang dilakukan tersangka harus dapat dibuktikan dengan minimal dua alat yang mampu membuktikan terjadi kedaruratan kesehatan yang diakibatkan karena perbuatan tersangka.

Baca juga: Ini Persiapan Tim Pengacara Habib Rizieq Hadapi Sidang Praperadilan

Kemudian, Mudzakir menyoroti terkait penggunaan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, yang harus diikuti adanya tindakan kejahatan yang dilakukan seseorang akibat hasutan yang dilayangkan.

Kedua pasal penghasutan yang pokok yang harus dibuktikan adalah perbuatan orang menghasut. Jadi menghasut itu menggerakan orang dengan cara-cara agitasi artinya memprovokasi orang yang semula tidak ingin berbuat jahat jadi berbuat jahat.

"Jadi kalau begitu harus ada perbuatan pidana, harus ada perbuatan pidana tapi juga harus dibuktikan orang melakukan tindakan pidana itu semata-mata karena  provokasi tadi atau hasutan tadi," terang Mudzakir.

Baca juga: Sidang Perdana Praperadilan Habib Rizieq di PN Jaksel Digelar Sesuai Prokes Covid-19

Sementara,  apabila orang yang terhasut tidak terpengaruh terhadap hasutan dan berinisiatif dengan sendirinya melakukan tindakan kejahatan maka hal itu tidak termasuk penghasutan. Sementara, undangan itu bukanlah hasutan.

"Jadi kalau menghasut itu menggerakan orang, nah tapi kalau mengundang itu bukan hasut itu lain maknanya. Sama halnya dengan atasan polisi memerintah, itu perintah bukan menghasut. Jadi kalau ada orang bilang silahkan datang kemari, itu namanya mengajak orang, berbeda dengan hasutan," katanya. (adji/win)

News Update