Ilustrasi suap. (Ist)

Induk

Putus Mata Rantai Suap

Selasa 01 Des 2020, 06:00 WIB

KORUPSI terjadi karena bertemunya dua kepentingan. Seseorang menyuap pejabat agar kepentingannya diperhatikan. Permintaannya dikabulkan.

Kenapa yang disuap pejabat? Jawabnya karena pemegang kekuasaan, yang bisa mengambil keputusan / kebijakan, termasuk memberikan acc terhadap permintaan yang diajukan.

Sering dikatakan berbelitnya sistem, perizinan, aturan, regulasi menjadi satu penyebab terjadinyan suap, kolusi dan korupsi serta penyelewengan lain.

Yang pasti suap atau pun kolusi terjadi karena adanya komitmen, telah direncanakan, bukan datang tiba - tiba.

Memutus korupsi, kolusi dengan beragam beragam bentuknya, diperlukan komitmen semua pihak. Komit untuk tidak menyuap, tidak memberikan upeti, gratifikasi dan upeti.

Komit pula tidak menerima uang suap, menolak upeti dan gratifikasi. Bentuk komitmen ini dapat terlaksana, jika diteladani oleh para pejabat negeri, para pengambil kebijakan dan keputusan.

Yang tak kalah pentingnya adalah regulasi yang memberikan kemudahan dalam perizinan. Sebab, seperti disebutkan di awal bahwa berbelitnya perizinan menjadi alasan terjadinya penyuapan, meski tidak menutup kemungkinan memberi suap

karena ingin instan dan gampang dalam mengurus perizinan. Data menyebutkan sebanyak 64 persen jenis perkara tindak pidana korupsi adalah penyuapan, yakni sebanyak 564 perkara.

Ini mengindikasikan bahwa berbelitnya perizinan masih dirasakan pihak swasta atau yang sedang berperkara.

Kita dapat menahami sejatinya setiap orang ingin mengurus sesuatu dengan mudah, tidak berbelit, tidak bolak balik, tidak banyak persyaratan dan tak keluar uang.

Solusi memutus mata rantai suap di antaranya penyederhanaan perizinan di bidang apa pun, di sektor apa pun dan di instansi mana pun. Mari permudah, bukan persulit perizinan. (*)

Tags:
Induk Opiniputus-mata-rantai-suap

Reporter

Administrator

Editor