KPAI Ungkap Kronologis Pelajar Bunuh Diri Terkait PJJ

Jumat 30 Okt 2020, 11:35 WIB
Ilustrasi pembelajaran jarak jauh (PJJ). (ist)

Ilustrasi pembelajaran jarak jauh (PJJ). (ist)

JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membeberkan kronologis wafatnya seorang  siswa di salah satu SMP di Tarakan, Kalimatan Utara karena  pembelajaran jarak jauh (PJJ).  Pada 26 Oktober 2020, ibu korban mengaku menerima surat dari pihak sekolah yang isinya menyampaikan bahwa anak korban memiliki sejumlah tagihan tugas dari 11 mata pelajaran. 

"Rata-rata jumlah tagihan tugas yang belum dikerjakan anak korban adalah 3-5 tugas per mata pelajaran. Jadi bisa dibayangkan beratnya tugas yang harus diselesaikan ananda dalam waktu dekat, kalau rata-rata 3 mata pelajaran saja, ada 33 tugas yang menumpuk selama semester ganjil ini," kata  Komisioner KPAI Bidang pendidikan, Retno Listyarti, Jumat (30/10/2020).

Menurut orang tua korban, lanjut Retno, anaknya belum menyelesaikan tugasnya bukan karena malas, tetapi karena memang tidak paham sehingga tidak bisa mengerjakan, sementara orang tua juga tidak bisa membantu ananda.

"Ibu korban sempat berkomunikasi dengan pihak sekolah terkait beratnya penugasan sehingga anaknya mengalami kesulitan, namun pihak sekolah hanya bisa memberikan keringanan waktu pengumpulan, tapi tidak membantu kesulitan belajar yang dialami ananda," ucapnya. 

Baca juga: Tugas PJJ Menumpuk jelang UAS, Pelajar Bunuh Diri, KPAI: Dia Terbebani

Persoalan lain, peranan orang tua ikut membuat siswa banyak tertekan karena mereka memang tidak memiliki kemampuan ikut membimbing atau mengajar. "

Saya tidak bisa menyelesaikan karena memang saya tidak bisa mengerjakannya, enggak paham materinya," kata sang ibu saat meminta anaknya mengerjakan, sementara orang tua korban juga tidak memiliki kapasitas membantu anaknya mengerjakan tugas-tugas tersebut. 

Orang tua korban menduga kuat kalau surat dari sekolah yang diterima sehari sebelum korban memutuskan mengakhiri hidupnya adalah merupakan pemicu. Pasalnya dalam surat tersebut ada “tekanan” jika tugas-tugas tersebut tidak dikumpulkan ke gurunya, maka anak korban tidak bisa mengikuti ujian semester ganjil nantinya. 

Baca juga: Siswi Bunuh Diri Diduga Bukan Karena PJJ Tapi Motif Asmara, KPAI Sesalkan Pernyataan Dinas Pendidikan Makassar

Anak korban yang sudah duduk di kelas akhir (kelas 9) kemungkinan ketakutan tidak mampu mengerjakan tugas, akhirnya tidak ikut ujian semester dan nanti bisa tidak lulus SMP. 

"Barangkali tujuan pihak sekolah hanya sekedar mengingatkan dan memberikan dorongan agar para siswanya mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugasnya yang tertumpuk. Namun, bagi remaja yang mengalami  masalah mentall, kecemasan, stress  atau malah depresi  selama masa pandemic karena  ketidakmampuan mengerjakan tugas-tugas PJJ,  memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan pikiran tentang bunuh diri," ujar Retno. (rizal/ys)

Berita Terkait
News Update