JAKARTA – Kementerian Perindustrian terus mendorong hilirisasi industri agar tetap berjalan dengan baik, karena selama ini dinilai mampu memberikan dampak yang luas bagi perekonomian nasional.
Efek positif itu di antaranya penerimaan devisa dari ekspor dan penyerapan tenaga kerja, kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (26/10/2020)
“Kami bertekad mengoptimalkan terhadap peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri, supaya dimanfaatkan sebanyak-banyaknya di Indonesia dan bisa dinikmati oleh masyarakat,” ujarnya.
Baca juga: Pemerintah Berupaya Menangkap Optimal Peluang Pasar Industri Halal
Bahkan, hilirisasi industri dinilai dapat menjaga kekuatan perekonomian nasional agar tidak mudah terombang-ambing di tengah fluktuasi harga komoditas.
“Oleh karena itu, sektor industri pengolahan di dalam negeri harus perlu dipacu pertumbuhan dan pengembangannya karena berperan penting meningkatkan nilai ekonomi dari sumber daya alam kita untuk dibuat sebagai barang setengah jadi hingga produk jadi,” paparnya.
Agus menambahkan, hilirisasi perlu ditopang dengan penggunaan teknologi baru, termasuk penerapan era industri 4.0 untuk menggenjot produktivitasnya secara lebih efisien.
Baca juga: Kinerja Industri Gula Terus Dipacu agar Lebih Produktif
“Kita semua punya pandangan yang sama mengenai pentingnya inovasi. Pandangan hilirisasi harus didorong di Indonesia. Ini menjadi salah satu program utama dari pemerintah,” imbuhnya.
Kemenperin mencatat, hilirisasi industri telah berjalan di berbagai sektor, antara lain pertambangan dan perkebunan. Contohnya di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, yang sudah berhasil melakukan hilirisasi terhadap nickel ore menjadi stainless steel.
Sebagai gambaran, harga nickel ore kalau dijual hanya sekitar 40-60 dolar AS, sedangkan ketika sudah menjadi stainless steel harganya bisa di atas 2000 dolar AS. Sementara itu, melalui Kawasan Industri Morowali, sudah mampu menembus nilai ekspornya sebesar 4 miliar dolar, baik itu pengapalan produk hot rolled coil maupun cold rolled coil ke Amerika Serikat dan China.
Baca juga: Menperin Optimistis UU Cipta Kerja Wujudkan Reindustrialisasi
Kontribusi Kawasan Industri Morowali, juga diperlihatkan dari capaian investasi yang signfikan, yaitu lebih dari 5 miliar dolar AS dan jumlah penyerapan tenaga kerja melampaui 30 ribu orang.
Lompatan kemajuan lainnya pada penerapan hilirisasi industri, yakni ekspor dari olahan sawit yang didominasi produk hilir cenderung meningkat dalam kurun lima tahun terakhir.
Rasio volume ekspor bahan baku dan produk hilir kini sebesar 19 persen banding 81 persen.
Baca juga: Perusahaan di Kawasan Industri Tidak Perlu Susun Izin Lingkungan
Apalagi, Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit mentah (CPO) dan minyak kernel sawit mentah (CPKO) dengan produksi sebesar 47 juta ton.
Laju pertumbuhan produksi minyak sawit pun diperkirakan meningkat signifikan. Sementara itu, ekspor minyak sawit dan produk turunannya telah menyumbang devisa negara hingga 22 miliar dolar AS per tahun.(*/tri)