JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir segera menggabungkan (merger) 3 Bank Syariah anak usaha BUMN, yaitu yaitu BNI Syariah, BRI Syariah dan Bank Syariah Mandiri. Ketiga bank ini telah melakukan penandatanganan Conditional Merger Agreement (CMA) Bank BUMN Syariah.
Dengan merger itu diharapkan tercipta bank syariah nasional terbesar di dunia yang mampu mendorong tujuan ekonomi syariah dalan mewujudkan keadilan bagi umat Islam di Indonesia.
Pengamat Politik dan Ekonomi Islam Muhammad Najib mengatakan upaya Menteri BUMN Erick Thohir menggabungkan bank-bank syariah BUMN ke dalam satu perbankan syariah merupakan momentum bersejarah.
Baca juga: Bahas Penyertaan Modal Negara, Menteri BUMN Erick Thohir dan Komisi VI DPR Rapat Tertutup
Oleh pengamat, Erick dinikai telah mengambil keputusan besar atas merger Bank Syariah BUMN itu, hal ini merupakan tonggak sejarah baru atau sejarah ke-2 perbankan Syariah dan proses Islamisasi sistem perbankan di Indonesia.
“Sejak ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) muncul, mereka kemudian bisa meyakinkan Presiden Soeharto kala itu, sehinggga tonggak sejarah pertama ditancapkan oleh Orde Baru ketika Soeharto mengijinkan berdirinya bank syariah yang kemudian diikuti oleh lahirnya Bank Muamalat,” ujar Najib, Selasa (20/10).
Najib menambahkan, sekarang era Pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui Erick Thohir membuat keputusan penting dengan marger bank-bank syariah BUMN. Ia mengatakan selama ini masyarakat ekonomi kecil dan menengah sangat terbantu oleh adanya Bank Syariah, termasuk kelompok santri yang masih enggan menyimpan uangnya di Bank konvensional.
Baca juga: Kebijakan Erick Thohir Lakukan Merger Tiga Bank Syariah Dinilai Tepat
Bank syariah juga diyakini memiliki daya tahan dari sejumlah ancaman krisis ekonomi yang akhir-akhir ini mengancam sejumlah bank konvensional.
“Sebelumnya mereka berpikir bagaimana aman secara agama. Tapi kan kemudian mereka mendapat banyak produk-produk yang menarik. Misalnya asuransi syariah, kemudian bagi mereka yang mau umroh, haji bisa mendapatkan berbagai kemudahan, dan seterusnya. Dibanding kalau meraka harus menabung sendiri, untuk bisa menunaikan minatnya untuk beribadah.” ungkapnya.
Dari sisi aset modal, per Juni 2020, total aset dari ketiga bank syariah BUMN ini senilai Rp214,6 triliun. Sedangkan empat tahun pasca merger, diproyeksikan aset bank hasil merger akan jadi Rp390 triliun atau tumbuh 73,3 persen pada 2025. Pertumbuhan aset ini seiring dengan pembiayaan yang akan mencapai Rp 272 triliun dan penghimpunan dana senilai Rp 335 triliun pada 2025.
Baca juga: Erick Thohir: Keselamatan dan Proteksi Tenaga Kesehatan Harus Diprioritaskan
Menurut Najib, nilai aset marger yang dimiliki Bank Syariah BUMN akan luar biasa besar, tinggal bagaimana mengoptimalisasi berbagai produk baru yang ditawarkan sehingga bisa menguntungkan antara pihak nasabah dan bank.
“Justru disini kemudian yang akan memberikan peluang kedua belah pihak itu secara optimal dalam memanfaatkan baik yang menyimpan, pemilik uang maupun bagi pengguna. Lebih dari itu produk-priduk baru barang kali yang sementara ini belum terpikirkan akan muncul,” beber Najib.
Selain itu, marger bank syariah itu diprediksi akan masuk dalam 10 besar bank syariah dunia, tidak menutup kemungkinan, jika pengelolaannya tepat dan efisien, akan mampu bersaing negara kaya di timur tengah yang lebih dahulu berkecimpung dalam hal itu.
Baca juga: Bank Syariah Hasil Merger Harus Berpihak Pada Kelangsungan UMKM
"Tapi bukan mustahil dalam beberapa tahun kedepan, kita bisa menyalip, dari sejumlah bank syariah karena begini bank syariah itu berkembang bukan hanya di negara-negara muslim tetapi di Eropa khususnya di Inggris, di Autralia bahkan di Amerika sendiri berkembang luar biasa bank syariah,” katanya. (*/win)