ADVERTISEMENT
Minggu, 18 Oktober 2020 15:41 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Selanjutnya yang perlu dipastikan adalah apakah pada saat pembagian sembako tersebut sudah masuk dalam masa tahapan kampanye, di mana dilarang melakukan money politic atau pembagian sembako. “Nah pertanyaannya adalah apakah sekarang sudah masuk dalam proses tahapan pilkada (kampanye-red),” terang Nasrul.
Nasrul menyebutkan, bahwa masa kampanye tersebut ada definisinya secara hukum, yang tentunya ada ketentuan kampanyenya dalam Undang-Undang yang berlaku.
“Yang dimaksud kampanye kan itu ada definisinya secara hukum, penyampaian visi misi, terus diatur dalam waktu tertentu, dan itu juga ada ketentuannya iya kan yang dimaksud dengan kampanye,” jelas Nasrul.
Baca juga: ASN Diminta Menjaga Netralitas Pada Pilkada Serentak 2020
Nasrul menyimpulkan, bila waktu pembagian sembako tersebut berlangsung masuk pada lingkup kampanye, dan itu merugikan salah satu pasangan calon, maka berlakulah Undang-Undang yang berkaitan dengan masalah pemilu.
Untuk diketahui, berikut sanksi bagi pemberi dan penerima politik uang seperti yang diatur dalam UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 187A (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (*/ys)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT