PALANGKARAYA - Aksi pembagian sembako oleh petahana calon Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, menuai kontroversi. Tak sedikit yang menilai hal ini sebagai pelanggaran kampanye Pilkada 2020.
Seperti diungkapkan ahli hukum, Nasrullah Nasution, pembagian sembako oleh Sugianto justru mengarah ke money politic. "Setelah memastikan adanya pembagian sembako, berikutnya adalah memastikan pihak yang melakukan pembagian sembako tersebut. Apakah yang membagikan itu adalah masuk sebagai salah satu bakal calon atau calon (Kandidat-red)? Apakah pembagian sembako tersebut (ketika dia membagikannya-red) itu dalam proses pencalonan,” kata Nasrul, Minggu (18/10/2020).
Jika memang yang membagikan adalah salah satu calon kandidat dalam pilkada 2020, langkah selanjutnya adalah memastikan waktu kapan tepatnya pembagian sembako tersebut dilakukan, apakah sudah masuk dalam masa tahapan kampanye pilkada 2020 atau tidak.
“Apakah pembagian sembako tersebut (ketika dia membagikan-red) itu dalam proses pencalonan,” lanjut Nasrul.
Baca juga: Hadapi Pilkada 2020, Perludem Dukung Jaksa Agung Awasi Praktek Politik Uang dan Politisasi SARA
Setelah memastikan waktu pembagian sembako tersebut benar dilakukan pada saat masa pencalonan pilkada 2020, langkah selanjutnya, adalah memastikan apakah ada arahan yang disampaikan pembagi sembako tersebut kepada orang yang dibagikan sembako.
“Ya arahannya apakah secara jelas dikatakan nama tertentu, atau identitas tertentu, atau istilah tertentu, yang akhirnya semua orang, umum, paham, tahu, yang dituju adalah orang yang dimaksud,” jelas Nasrul.
Meski begitu, menurut Nasrul, jika semua pertanyaan di atas sudah dijawab, tetap itu merupakan masih sebuah dugaan. Untuk itu perlu adanya laporan dari warga atau pihak yang merasa dirugikan.
“Apakah yang dari warga itu membuatkan sebuah laporan atau dari warga yang merasa dirugikan atau orang-orang yang dirugikan itu membuat laporan sehingga menjadi terang permasalahannya atau tidak?,” ucapnya.
Baca juga: Wakil Bupati Kena OTT Money Politic untuk Caleg Gerindra
Selanjutnya yang perlu dipastikan adalah apakah pada saat pembagian sembako tersebut sudah masuk dalam masa tahapan kampanye, di mana dilarang melakukan money politic atau pembagian sembako. “Nah pertanyaannya adalah apakah sekarang sudah masuk dalam proses tahapan pilkada (kampanye-red),” terang Nasrul.
Nasrul menyebutkan, bahwa masa kampanye tersebut ada definisinya secara hukum, yang tentunya ada ketentuan kampanyenya dalam Undang-Undang yang berlaku.
“Yang dimaksud kampanye kan itu ada definisinya secara hukum, penyampaian visi misi, terus diatur dalam waktu tertentu, dan itu juga ada ketentuannya iya kan yang dimaksud dengan kampanye,” jelas Nasrul.
Baca juga: ASN Diminta Menjaga Netralitas Pada Pilkada Serentak 2020
Nasrul menyimpulkan, bila waktu pembagian sembako tersebut berlangsung masuk pada lingkup kampanye, dan itu merugikan salah satu pasangan calon, maka berlakulah Undang-Undang yang berkaitan dengan masalah pemilu.
Untuk diketahui, berikut sanksi bagi pemberi dan penerima politik uang seperti yang diatur dalam UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 187A (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (*/ys)