ADVERTISEMENT

FPKS: Pemerintah Jangan Lempar Batu Sembunyi Tangan

Minggu, 11 Oktober 2020 13:20 WIB

Share
FPKS: Pemerintah Jangan Lempar Batu Sembunyi Tangan

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi PKS Netty Prasetiyani Aher merasa prihatin dan menyebut pemerintah harus bertanggung jawab meredakan situasi. 

Hal ini terkait adanya penolakan terhadap UU Omnibus Law Ciptaker makin meluas ke daerah-daerah. Tidak  hanya  datang dari kalangan buruh, mahasiwa dan pelajar, bahkan kini melibatkan  akademisi dan pimpinan daerah. 

"Unjuk rasa pasti membawa imbas pada kehidupan masyarakat. Jika penanganannya kurang tepat bisa membawa banyak korban. Pemerintah harus bertanggungjawab meredakan situasi dengan cara-cara persuasif. Jangan bersikap seolah bersembunyi tangan setelah melempar batu," kata Netty Aher, Minggu (11/10/2020).

Baca juga: UU Cipta Kerja Bukan Semata Ketenagakerjaan, Tapi Ada Urusan Petani Hingga Digitalisasi Siaran

Menurut Netty, unjuk rasa meluas karena pemerintah kurang terbuka dan transparan terkait isi  undang-undang Ciptaker  secara utuh dan menyeluruh.

"Tolong  tunjukan dengan jujur mana naskah  final Undang-Undang Ciptaker hasil pembahasan Panja dan Timus Baleg DPR RI? Jangan lakukan pembiaran atas tafsir yang beredar di masyarakat dengan menyebut hal tersebut sebagai hoaks, namun tidak ada klarifikasi dengan bukti naskah asli.  Bagaimana mungkin  bisa terjadi sebuah undang-undang disahkan sementara anggota panjanya saja saja mengaku belum menerima naskah otentiknya?," ujarnya.

Tuai Kontroversi

Menurut Netty, sejak awal diluncurkan pasal-pasal terkait ketenagakerjaan, investasi  dan klaster lainnya dalam RUU Omnibus Law Ciptaker sudah menuai kontroversi. 

"Belum lagi duduk semua persoalan, proses pembahasannya  malah disegerakan, dipaksakan, bahkan dibahas secara maraton saat pandemi Covid-19 sampai menabrak persidangan pada masa reses. Ketergesaan tersebut membuat akses dan partisipasi masyarakat  terbatas dalam memberi masukan dan koreksi atas RUU yang  menyinkronkan 79 UU dan terdiri dari 1203 pasal tersebut," katanya.

Netty mengatakan, selama masa pembahasan, F-PKS menilai bahwa proses penyusunan dan pembahasan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) tidak dilaksanakan secara runtut dengan waktu cukup, sehingga berpotensi mengabaikan aspek kecermatan dan kualitas legislasinya.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT