JAKARTA - Pengamat dan pemerhati Kenegaraan Said Salahudin mengatakan, sulit untuk mengatakan tidak ada korelasi antara penerbitan perpres yang menyediakan dua jabatan wamen dan pengesahaan UU Omnibus Law Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).
Sebab katanya, dilihat dari tempusnya, Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2020 Tentang Kementerian Ketenagakerjaan (Perpres 95/2020) dan Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2020 Tentang Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Perpres 96/2020) dibentuk 10 hari sebelum Undang-Undang Tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) disahkan.
Perpres yang masing-masing mengatur adanya jabatan baru, yakni jabatan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) dan Wakil Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan menengah (Wamenkop UKM) itu diundangkan tanggal 25 September 2020, sedangkan UU Ciptaker disahkan secara materiel di DPR tanggal 5 Oktober 2020.
"Nah, secara politik kedua peristiwa yang berdekatan waktunya itu sangat mungkin memiliki korelasi. Apa hubungannya? Ada lima kemungkinan. Pertama, jabatan wamen dipersiapkan untuk ditawarkan kepada pimpinan buruh yang menolak omnibus law," ucap Direktur Sinergi masyarakat untuk demokrasi Indonesia (Sigma), Rabu (7/10/2020).
Kemungkinan itu, nilainya, disuarakan oleh sejumlah pihak yang berusaha mengaitkan peristiwa pemanggilan dua pimpinan buruh oleh Presiden beberapa saat sebelum UU Ciptaker disahkan. Tetapi saya menilai dugaan yang pertama ini memiliki probabilitas yang rendah.
"Saya sudah tanyakan langsung soal ini kepada Presiden KSPI Said Iqbal. Dia memastikan itu ‘hoax’. Sejujurnya dia mengatakan pertemuan pimpinan buruh dengan Presiden murni membahas soal poin-poin keberatan kelompok buruh terhadap materi muatan omnibus law," bebernya.
Soal pertemuan itu, ucapnya, terbilang mendadak karena pada 5 Oktober pagi tersiar kabar DPR hendak memajukan pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang pada hari itu juga. Hal tersebut diluar prediksi para pimpinan buruh.
Karena buruh menilai ada unsur kegentingan disitu, maka pimpinan mereka merasa perlu bertemu Presiden Jokowi guna meyakinkan kembali dan memohon kebijaksanaan dari Presiden agar membatalkan omnibus law, atau setidaknya menunda pengesahannya sambil membuka kembali ruang dialog.
"Nah, rupa-rupanya Presiden Jokowi kan tidak mengabulkan permohonan itu. Praktis tidak ada kesepakatan apapun dari pertemuan tersebut," katanya.
Soal tawaran jabatan memang Said mengaku pernah mendengar. Beberapa kawan memberitahukan Iqbal pernah ditawari untuk memimpin sebuah lembaga pemerintah nonkementerian. Tetapi tawaran itu sudah lama. Kira-kira masih di awal-awal periode pemerintahan sekarang. Jauh sebelum ada isu penolakan RUU Ciptaker. Dan dia menolak tawaran itu secara sopan.
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea juga sudah mengonfirmasi bahwa sama sekali tidak ada pembahasan soal posisi wamen saat bertemu Jokowi.
"Seandainya pun ada penawaran posisi wamen, saya kira kecil kemungkinan Andi mau menerimanya. Andi itu kelasnya menteri. Dulu dia bahkan nyaris diangkat sebagai menteri sebelum akhirnya terpental akibat intrik dari salah satu partai politik.
Kalau cuma jabatan wamen, saya kira Andi bisa dengan gampang mendapatkannya kalau saja dia mau. Hubungan persahabatnnya dengan Presiden Jokowi kan erat sekali. Mungkin dia jauh lebih dekat dengan Jokowi daripada Luhut Binsar Panjaitan. Hanya saja dia bukan tipe orang yang haus pada jabatan," katanya.
Setahu Said, diawal periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi dia bahkan sudah pernah ditawari posisi wamen. Tetapi tawaran itu dia tolak secara halus. Kalau jabatan yang ditawarkan itu strategis dan bisa menjadi alat baginya untuk memperjuangkan nasib buruh, mungkin saja dia akan pertimbangkan.
"Jadi, saya termasuk yang tidak yakin pada kemungkinan yang pertama itu. Maka, perlu juga dilihat pada kemungkinan yang kedua," katanya.
Dugaan kedua, dua jabatan wamen yang masing-masing dibentuk melalui Perpres 95/2020 dan Perpres 96/2020 tersebut memiliki keterkaitan dengan proses politik omnibus law di DPR. Ada kemungkinan, dua posisi itu sengaja disiapkan pemerintah untuk mempengaruhi parpol yang dipandang memiliki kecenderungan akan menolak pengesahan UU Cipta kerja.
"Jadi, kursi wamen itu sengaja diciptakan sebagai iming-iming belaka. Pemerintah seolah ingin memberi pesan kepada parpol: kalau ‘you’ loloskan omnibus law, kami punya dua slot kursi kosong di kementerian," katanya. (rizal/win)