JAKARTA – Untuk mengendalikan dampak pencemaran industri, perlu upaya menjaga kualitas limbah dan emisi yang dihasilkan agar tetap berada di bawah ambang batas baku mutu limbah dan emisi sesuai peraturan yang berlaku.
“Hal ini untuk mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan sekitar,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (29/8/2020).
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pemantauan kualitas limbah dan emisi secara berkala. Hal ini tentunya juga menjawab tantangan dalam pemantauan lingkungan di masa pandemi Covid-19.
“Untuk itu, kami mendorong industri untuk menggunakan teknologi revolusi industri 4.0, terutama yang dikembangkan di dalam negeri dalam pemantauan kualitas limbah dan emisi,” imbuhnya.
Saat ini, teknologi pemantauan kualitas limbah dan emisi terus berkembang, antara lain terkait dengan teknologi yang berbasis sensor elektrokimia, optical spectroscopy, maupun biosensor. Tantangan ke depan yang dihadapi adalah penyediaan teknologi yang murah dan standarisasi metode untuk analisa, serta interpretasi data yang dihasilkan.
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri di Semarang, salah satu satuan kerja di bawah BPPI Kemenperin, menyelenggarakan webinar bertajuk “Revolusi Industri 4.0 untuk Pencegahan Pencemaran Industri” pada Kamis lalu (27/8).
Direktur Pengendalian Pencemaran Air Ditjen. Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK), Luckmi Purwandari yang hadir dalam kesempatan tersebut menyatakan, pemerintah saat ini sedang mencoba menerapkan sistem pemantauan kualitas limbah dan emisi secara terus menerus.
“Untuk air limbah, sebagian industri harus melakukan pemantauan kualitas limbahnya dan diintegrasikan dalam Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan (SPARING). Begitu pula untuk emisi, sebagian industri harus memasang Sistem Pemantauan Emisi Berkelanjutan (Continous Emission Monitoring System/CEMS) yang diletakkan di dalam cerobong dan diintegrasikan dalam Sistem Informasi Pemantauan Emisi Industri Secara Kontinyu (SISPEK),” papar Luckmi.
Kepala BBTPPI Kemenperin, Ali Murtopo Simbolon menyatakan kesiapannya untuk mendukung industri nasional terkait implementasi sistem pemantauan kualitas limbah dan emisi secara terus menerus yang diinisiasi oleh Kementerian LHK tersebut.
Ali menjelaskan, BBTPPI telah mengembangkan Adaptive Monitoring System (AiMS), sebuah konsep multiplatform yang digunakan sebagai sistem monitoring lingkungan. AiMS dapat dikoneksikan dengan bermacam sensor yang dikembangkan untuk monitoring lingkungan, sekaligus berfungsi sebagai unit control cemaran. “Selain dapat digunakan pada multiplatform, AiMS menggunakan konsep low cost, sehingga industri mampu mengaplikasikan teknologi ini dengan biaya instrumentasi yang terjangkau,” paparnya.
Ali menambahkan, pada tahun 2019, sistem monitoring udara secara real time dan online yang dikembangkan BBTPPI telah berhasil diaplikasikan di perusahaan industri. BBTPPI telah mengaplikasikan sistem monitoring udara di PT. Ungaran Sari Garments dan CV. Jadi Jaya Makmur. Di PT. Ungaran Sari Garments AiMS digunakan sebagai sistem monitoring emisi dengan parameter SO2, NOx, O2, CO, CO2, laju alir buangan, dan analisis beban CO2. Kemudian, di CV. Jadi Jaya Makmur, digunakan sebagai parameter NH3 dan analisis efisiensi eliminasi NH3, serta kontrol kinerja wetscrubber.
“Selain diaplikasikan di perusahaan industri, sistem sistem monitoring udara ini juga telah diuji coba untuk memonitor kualitas udara di Kota Semarang dan Kota Bandung,” lanjut Ali.(tri)