MESKI larangan mudik tetap diberlakukan, tetapi arus mudik tetap terjadi, utamanya bagi mereka yang memiliki izin khusus.
Kita dapat memahami tradisi mudik setiap Hari Raya Idulfitri memiliki makna tersendiri. Bertemu keluarga di kampung halaman, bersimpuh kepada orang tua sudah menjadi kewajiban seorang anak yang berbakti.
Dalam kondisi normal, kewajiban itu menjadi melekat. Namun, dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, tentu ada toleransi. Lagi pula, karena pandemi, penduduk Indonesia, dapat memahami situasi.
Kita meyakini, para orang tua, kerabat, saudara dapat memaknai pandemi dengan segala dampak dan risiko yang bakal dihadapi, jika kita melanggar aturan. Misalnya memaksakan mudik Lebaran.
Begitu pun, kembali ke Jakarta dan sekitarnya usai mudik Lebaran.
Kita mengimbau mereka yang sudah berada di kampung, sebaiknya tidak perlu tergesa balik ke Jakarta dan sekitarnya, kecuali tugas negara.
Sementara waktu bermukim di kampung halamannya sampai situasi mereda.
Kita berharap pandemi segera berakhir, sirna dari negeri kita.
Kita menyadari mencari nafkah adalah hak setiap warga negara, termasuk ke ibu kota negara.
Kita juga berharap untuk sementara tidak memaksakan kehendak balik ke Jakarta. Ini bukan semata untuk kepentingan orang lain, tetapi untuk keselamatan diri sendiri.
Meski begitu menyekat arus balik tetap harus dilakukan. Pos titik pemantauan perlu diperketat, tidak saja di pintu masuk kawasan ibu kota, juga daerah pinggiran seperti kawasan Pantura, mulai Karawang dan Cikarang, Depok, Bogor dan Tangerang.
Menyekat bukan berarti membatasi hak asasi setiap warga, tetapi demi kepentingan asasi yang lebih luas lagi. Demi keselamatan masyarakat, bangsa dan negara.
Arus balik lazimnya mulai mengalir pada akhir pekan ini. Penindakan perlu dilakukan.
Sekalipun demikian, petugas di lapangan hendaknya mengedepankan upaya preventif, ketimbang represif. Diharapkan tetap melalui pendekatan persuasif.
Mengutamakan simpati dan empati, ketimbang penonjolan aksi dan arogansi.
Apa pun kondisinya, mereka adalah saudara-saudara kita yang kadang nekat karena ingin mencari nafkah buat keluarganya.
Kita meyakini melalui komunikasi yang penuh empati akan lebih menyadarkan diri untuk menunda balik Lebaran. Semoga. (*)