Nurhadi jadi Buron, Pengamat: Karena KPK Masih Menganut Gaya Lama

Kamis 19 Mar 2020, 15:23 WIB
Suparji Achmad dalam diskusi bertajuk ‘Memburu Buronan KPK’. (ys)

Suparji Achmad dalam diskusi bertajuk ‘Memburu Buronan KPK’. (ys)

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memburu eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan sejumlah perkara di MA. Sementara Nurhadi terus menghilang seiring namanya masuk daftar pencarian orang (DPO).

Pakar hukum pidana Suparji Achmad menilai  Nurhadi melakukan "perlawanan" terhadap KPK karena Komisioner KPK dianggap masih menganut gaya KPK lama dalam menetapkan tersangka. Sehingga, menurutnya, tersangka enggan menjalani proses hukum dan akhirnya memilih menjadi buron dan dimasukkan dalam DPO.

"Mengapa menjadi buron, karena faktor internal KPK, masih ada gaya KPK lama yang dalam hal menetapkan tersangka," ujar Suparji dalam kegiatan diskusi, di Jakarta, belum lama ini.

Dia mengistilahkan gaya lama KPK itu dengan ilmu "cocoklogi" yang dalam penetapan tersangka cenderung tidak memiliki bukti kuat dan dicari kemudian.

"Tidak ada bukti seseorang ditetapkan sebagai tersangka sehingga menimbulkan keberatan," imbuhnya.

Menurut Suparji ada keputusan MA No 21 tahun 2012 yang mengatur bahwa keterangan calon tersangka harus disertai pada saat penetapan tersangka yang dilakukan dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Chairman SA Institute ini lantas menilai kasus Nurhadi yang sudah ditetapkan sebagai buron mengarah kepada kriminalisasi.

"Sebetulnya ada satu proses mengarah pada kriminalisasi karena ada perubahan dengan menjadikan gratifikasi menjadi pidana. Namun kasus ini tidak jelas locus dan tempus delicti (tempat dan waktu perkara pidana) ada kesalahan,” tuntasnya.

Sebelumnya, penasihat hukum Nurhadi, Maqdir Ismail mempertanyakan keputusan KPK yang menetapkan tersangka dan buron kepada kliennya itu. Ia menyebut kliennya itu juga belum menerima SPDP dari KPK.

"Sepanjang yang kami alami dari fakta-fakta yang kami diberitahu oleh Pak Nurhadi, panggilan terhadap Pak Nurhadi atau paling tidak pemberitahuan adanya SPDP atau beliau juga belum pernah diperika sebagai calon tersangka," ujarnya.

Baca jugaKuasa Hukum: Nurhadi Tak Pernah Terima Panggilan KPK, Heran kok Jadi DPO

KPK memasukkan Nurhadi ke DPO bersama menantunya, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto.
Ketiganya ditetapkan sebagai buron setelah dua kali mangkir saat dipanggil sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA. Dalam kasus ini, Nurhadi melalui Rezky diduga telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai mencapai Rp46 miliar.

News Update