Opini

Misteri 192 Mahoni Monas, Ternyata Jadi Furniture

Sabtu 15 Feb 2020, 07:20 WIB

KETIKA revitalisasi Monas jadi heboh karena mengorbankan 192 batang pohon mahoni, Pemprov DKI berdalih bahwa pohon-pohon tersebut hanya dipindahkan. Tapi ternyata tidak, lalu ke mana itu barang? Belakangan terendus, pohon itu sudah disulap menjadi furniture. Padahal Sekda Saefullah kadung bilang kayu-kayu itu tak berharga.

Heboh revitalisasi Monas belum usai. Pejabat Pemda dari Gubernur, Kepala Dinas sampai Sekda, keterangannya simpang siur. Katanya untuk menjadikan Monas seperti menara Eifel di Prancis, bisa dilihat dari segela penjuru. Ujung-ujungnya ternyata, revitalisasi itu berkaitan dengan balapan mobil listrik Formula-E bulan Juni mendatang.

Informasi seputar revitalisasi tambah kusut, ketika perizinan dari Sekneg juga terkesan acak-adut. Semula melarang, kemudian mengizinkan. Ternyata pihak Tim Ahli Cagar Budaya tak pernah mengeluarkan rekomendasi untuk Monas, yang dijadikan alas pengajuan izin ke Sekneg. Usut punya usut, rekomendasi perizinan itu ternyata diberikan oleh Dinas Kebudayaan DKI.

Sekda Saefullah meluruskan, itu hanya terjadi salah input atau ketik, kan tinggal dibetulkan. Keterangan ini mirip pernyataannya saat dikejar wartawan soal misteri 192 pohon mahoni Monas. “Ah, itu pohon nggak ada harganya,” katanya. Tapi ketika wartawan melacak ke mana-mana, tetap tak bisa menumukan di mana “persembunyian” pohon-pohon eks Monas tersebut.

Belakangan Kadis Cipta Karya, Pertanahan, dan Tata Ruang (Citata) Provinsi DKI Jakarta Heru Hermawanto menyebut, biasanya sisa pohon yang ditebang dijadikan alat furniture. Sisa pohon yang ditebang itu menjadi aset Unit Pengelola Kawasan (UPK) Monumen Nasional (Monas).

Karena ada frase “biasanya”, keterangan Kadis itu jadi mengambang.  Jika itu benar, berarti kayu-kayu itu masih ada harganya. Karena di pasaran tercatat kayu mahoni yang sudah tua harganya berkisar Rp 2,5 hingga Rp 3 juta per M3. Lalu bagaimana dengan keterangan Sekda Saefullah bahwa kayu mahoni tak ada harganya?

Soal harga pohon mahoni dan surat ke Sekneg yang salah imput, terkesan jawaban Sekda Saefullah hanya cari aman. Tapi itu memang bisa dimaklumi. Sebab yang namanya Sekda, ketika pergantian gubernur, nasibnya selalu di ujung tanduk. Jika tak bisa seirama dengan gubernur baru, apa lagi kalau terlihat pro dengan gubernur sebelumnya, bisa saja langsung wasalam.  (gunarso ts)

Tags:
revitalisasi monasmonas

Reporter

Administrator

Editor