ADVERTISEMENT

Gugatan Effendy Hindari Koalisi Pragmatis

Minggu, 26 Januari 2014 14:52 WIB

Share
Gugatan Effendy Hindari Koalisi Pragmatis

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA (Pos Kota) - Pakar Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin mengatakan esensi dari gugatan judicial review yang dilakukan oleh Effendy Ghazali dan kawan-kawan terkait penyelenggaraan pemilu serentak adalah untuk menghindari adanya koalisi pragmatis oleh partai-partai politik terkait calon presiden dan calon wakil presiden yang selama ini selalu terjadi. Dengan putusan ini  maka seharusnya pada pemilu 2019 mendatang pembatasan pengajuan calon presiden dan wakil presiden dengan presidential treshold menjadi tidak relevan lagi. “MK tidak pernah membatalkan pasal terkait presidential treshhold. MK hanya mengatakan bahwa presidential treshold itu ranah presiden dan DPR. Nah pertanyaan yang seharusnya diajukan itu adalah apakah masih diperlukan presidential treshold atau tidak? Kalau saya akan menjawab, presidential treshhold itulah yang selama ini membuat koalisi pragmatis. Padahal inti dari pengajuan gugatan itu adalah keinginan untuk merubah adanya koalisi pragmatis tersebut,” ujar Irman ketika dihubungi wartawan, Minggu (26/1). Dengan keputusan pemilu serentak ini maka partai politik tidak akan bermain-main dalam koalisi dengan mencari-cari pasangan yang sifatnya pragmatis. Partai politik menurutnya akan serius mencari calon dan bukan sekedar dijadikan pasangan hanya karena hitung-hitungan matematika saja. “ Dengan demikian pemilu menjadi bermakna menghasilkan pemimin yang tentunya akan lebih baik dan pemilu tidak jadi ajang pesta rakyat yang sekedar membuang-buang uang saja.Sehingga jika parpol tetap memberlakukan presidential treshhold itu dosa besar,” tambahnya. Doktor Hukum Tata Negara dari Universitas Hasanunddin ini mengatakan meski dirinya mengharapkan pemilu serentak bisa diberlakukan pada pemilu 2014 ini, namun dirinya memahami alasan MK menunda pemilu serentak pada 2019. MK  nampaknya mengakomodasi berbagai kondisi dengan keputusannya tersebut. ”MK memiliki pertimbangan sistemik untuk menunda pemilu serentak itu karena dengan tahapan pemilu yang sudah berjalan tentunya akan terlalu sempit waktu yang ada untuk melaksanakannya. MK tentunya tidak mau bertaruh memustuskan bahwa hal itu dilaksanakan pada pemilu 2014 ini karena ancaman kekacauan. Saya kira itu alasan yang sah dan bisa diterima,” tambahnya. Irman menentang pendapat bahwa jika MK harus memutuskan maka keputusan itu harus segera dilaksanakan dengan alasan bahwa jika tidak dilaksanakan serentak di pemilu 2014 ini maka pemilu 2014 menjadi tidak konstitutional.”Yang namanya teori konstitusi itu ada kebutuhan negara yang terkadang harus mengalami perubahan. Yang dulu sesuai belum tentu  sesuai kedepannya.Tapi ini bukan berarti bertentangan. Kalau dipaksakan 2014 ancamannya lebih besar dan lebih berbahaya untuk konstitusi.Makanya demi kepentingan yang lebih besar itu dilaksanakan 2019 nanti,” tegasnya.(prihandoko/yo)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT