ADVERTISEMENT

Pertamina Wajib Tekuk Lutut

Senin, 6 Januari 2014 09:27 WIB

Share
Pertamina Wajib Tekuk Lutut

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

PRESIDEN SBY menunjukkan nyali pro rakyat. Setiba dari Surbaya, kemarin, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, mengultimatum Pertamina 1 x 24 jam agar meninjau kembali kenaikan harga gas elpiji tabung 12 Kg. Enam hari berlalu, sejak 1 Januari 2014, publik gemrungsung, merasakan keputusan sepihak perusahaan milik negara itu mengubah harga non-subsidi dari Rp 78 ribu menjadi Rp 138 ribu/tabung. Sejak kala itu kita mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama DPR agar tidak berpangku tangan, tapi agar segera membatalkan. Penghapusan minyak tanah sebagai bahan bakar dapur berisiko makin melekatkan gas pada kebutuhan puluhan juta rumah tangga. Pertamina bertindak gegabah. Menjadikannya sebagai barang dagangan semata-mata. Bahan bakar satu ini 100 persen diperoleh dari kekayaan alam negeri sendiri. UUD 1945 mengamanatkan harus dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat. Gas tabung isi 12 Kg pada umumnya dipakai untuk menyalakan kompor dapur keluarga di perkotaan hingga pelosok desa. Kenaikan berefek buruk terhadap perekonomian rakyat. Terbukti, pelanggannya ramai-ramai beralih membeli gas tabung 3 Kg. Jatah saudara-saudara kita warga miskin itu tersedot, sehingga turut kena imbas. Masih banyak peluang lain bagi badan usaha milik negara satu ini untuk mengeruk keuntungan. Pertama, mengoptimalkan standar bisnis. Segala bentuk pembiayaan perusahaan mengendepankan prinsip tepat anggaran dan tepat waktu. Kedua, mengembangkan produk yang punya daya saing di pasar dunia. Misal, oli berbagai ienis, bahan bakar pesawat terbang dan kebutuhan lain. Ketiga, mengembangkan sayap dengan cara mengeksplorasi BBM dan gas ke sumbernya di mancanegara. Tidak termasuk yang kita tolak jika pemerintah bersama Pertamina menghapus BBM bersubsidi kebutuhan kendaraan pribadi. Bank Dunia mencatat satu mobil rata-rata mendapat bantuan bahan bakar senilai Rp13,8 juta/tahun. Total pengeluaran negara untuk itu pada tahun 2013 mencapai Rp269 triliun. Padahal mereka adalah saudara-saudara kita yang berduit tebal. Pernyataan Presiden SBY, menurut hemat kita, wajib dipatuhi Pertamina. Muara kepentingannya sangat jelas demi normalisasi dapur rakyat. Sekuku hitampun tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk melakukan pembangkangan. Hari ini adalah batas berlaku ultimatum. Kita tunggu, apakah perintah SBY masih ampuh? Bila tindak, sungguh terlalu!***

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT