ADVERTISEMENT

Janji Politik?

Senin, 14 Oktober 2013 13:08 WIB

Share
Janji Politik?

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JANJI adalah janji. Tidak kenal embel-embel istilah apapun, seperti janji palsu maupun janji politik. Kalau janji palsu, siapapun tahu karea tidak akan pernah ditepati. Adapun janji politik, yang sangat kental berlaku di negeri ini, si politisi/pejabat yang telah duduk dengan kekuasaannya,  bisa segera  melaksanakannya, kalaupun tidak, ya tidak apa-apa. Toh kekuasaan telah direngkuhnya. Kata orang Betawi,  bodo amat alias  sebodo teuing. Nah, inilah yang akan kita kritisi. Jokowi yang baru seumur jagung menjabat Gubernur DKI Jakarta, dan merealisasikan janji-janji politiknya, mulai  goyah  ‘tergiur’ oleh iming-iming partai politik untuk menghadapi Pilpres 2014. Dia tidak  pernah berani mengatakan “tidak mau”, “nggak mau” ataupun “mboten purun” nyapres di tahun 2014. Ironisnya, alasan klise bahwa itu tugas partai demi bangsa dan negara, selalu muncul dari ucapan politisi maupun pejabat yang berlatar belakang politik.  Benar adanya sinyalemen, manut atau menuruti  keinginan partai pollitik itu lebih penting ketimbang membalas dukungan rakyat Jakarta yang telah memilihnya. Ingat, setumpuk janji-janji politik saat kampanye dulu begitu ‘menyihir’ warga Jakarta sehingga dia mendulang banyak suara. Sudah sepantasnya, bahkan  seharusnya, semua janji itu dia tunaikan. Seperti halnya itu yang Jokowi lakukan saat di Solo.  Alhasil pada masa kampanye  periode kedua masa tugasnya, tanpa banyak gembor-gembor, rakyat sudah mantap dengan pilihannya pada Jokowi. Setumpuk  masalah yang sangat ruwet bagi warga Jakarta  bisa  dikerucutkan menjadi: masalah Pendidikan, Kesehatan, Banjir, Perumahan Kumuh, Kemacetan, Pedagang Kaki Lima, dan puncaknya soal Kemacetan. Pendidikan, bukan karena warga kurang mampu bersekolah. Memang masih ada,  tapi  sistem rayonisasi sekolah yang kurang berjalan maksimal memberi kontribusi kemacetan  bahkan menjurus terjadiya tawuran pelajar.  Yang lebih memprihatinkan, karena sekolah masuk siang dan jauh letaknya, saat pulang  masih keleleran di jalanan sampai masuk waktu salat Maghrib,  menunggu kendaraan angkutan umum.  Moral agama mulai terkikis. Masalah kesehatan, mulai ada hasilnya. Pameo, “Orang miskin dilarang sakit”, sedikit demi sedikit diperbaiki. Kemudian masalah banjir, masih nol. Penanganan pedagang kaki lima (PKL) ada geliatnya.  Pemukiman kumuh di bantaran Sungai Ciliwung masih wacana. Stress warga Jakarta menghadapi kemacetan jalanan Jakarta, belum ada tanda-tanda tertangani, kecuali sebatas penertiban parkir liar dengan pencopotan pentil ban mobil maupun motor.   Malahan, terakhir sibuk larut urusin mobil murah.  Yah, memang warga kita kan kebanyakan golongan menengah ke bawah, mungkin kemampuannya hanya sebatas itu. Kalaupun beli mobil yang lebih mahal, paling banter yang sekennya saja. Sebaiknya, Jokowi dan jajarannya ambil langkah antisipasi yang tegas seperti, aturan  pembatasan operasional kendaraan pribadi, baik itu melalui penerapan jalan berbayar elektronik (Electronic Road Pricing)  atau pemberlakuan nopol ganjil-genap. Ayo, itu diberlakukan secepatnya agar Jakarta tidak dipenuhi orang-orang  yang stress, sehingga akan berimpak pada sikap mentalnya (mental attitude). Banyak kalangan mengingatkan Jokowi, karena dia sendiri pernah bilang akan  menyelesaikan tugasnya di Jakarta. Bukankah tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta  periodenya 2012  sampai  2017. Saran yang paling bijak,  penuhi dan  laksanakanlah janji itu. Toh, kiprahnya untuk bangsa dan negara masih panjang. Kinerjanya baru mulai, dan jelas  belum tuntas, apalagi sampai dinilai berhasil menata Jakarta. Rakyat sudah tidak bodoh lagi oleh nina bobok janji-janji kampanye. Bak,  anjing  berlari kencang, hanya karena di depan matanya digantung sekerat tulang. Kalau karir politik seseorang mulai pudar, dan rakyat tidak mau lagi memilihnya, baru dia tersadar dari mimpinya.  Begitu pula orang Betawi,  kalau merasa dibohongi orang  lain, langsung nyerocos.  Muke Gile.

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT