ADVERTISEMENT

"Akilnya" Tertangkap Juga

Senin, 7 Oktober 2013 11:17 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

AKIL Mochtar melompat dari Partai Golkar ke Mahkamah Konstitusi. Tapi, ”Sepandai-pandai Mochtar melompat, Akilnya tertangkap juga,” kataseseorang di poskamling. Banyak orang terkaget-kaget ketika mendengar Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, ditangkap KPK dengan sangkaan menerima suap dalam penanganan sengketa pilkada. Sebenarnya tidak perlu kaget. Kenapa? Karena, sistem yang dipakai dalam ketatanegaraan kita sekarang ini adalah sistem korup. Siapa pun yang duduk di sebuah lembaga pada sistem korup, tak ada jaminan tidak berbuat korup. Jadi, kita tidak perlu terkaget-kaget.  Langkah yang dilakukan oleh KPK, menangkap para koruptor, itu sesungguhnya persoalan hilir, persoalan yang terjadi akibat ada persoalan di hulu, ya sistemnya itu. Celakanya, selama ini kita sibuk mengantisipasi masalah-masalah di wilayah hilir, mengatasi akibat-akibat, lupa mempersoalkan masalah hulu sebagai sumber masalah. Korupsi semakin merajalela karena sistem dibangun tidak berdasarkan nilai-nilai kebangsaan yang kita miliki, melainkan berdasarkan nilai-nilai liberal-kapitalisme, nilai-nilai yang ukurannya adalah kebebasan berdasarkan uang. Sebutlah tentang Mahkamah Konstitusi ini, yang antara lain mendapat tugas menyelesaikan sengketa-sengketa pemilu. Mengingat pelaksanaan pemilu patut diduga sarat dengan permainan uang, ketika sengketa masuk ke MK pun terjadi permainan uang. “Tapi, itu tergantung integritas orang-orang yang duduk di lembaga itu. Dulu, waktu MK dipimpin Mahfud MD tidak terjadi seperti itu,” kata seorang pengamat. Iya, sistem korup sangat membutuhkan orang-orang yang memiliki integritas dan kredibelitas tinggi. Di sinilah pentingnya proses seleksi. Kalau proses seleksi lemah maka akan menghasilkan orang-orang yang lemah pula. Proses seleksi pimpinan atau orang-orang yang akan duduk di lembaga negara tidak boleh dititipi oleh kepentingan partai. Kita tahu, partai-partai di Indonesia memiliki problem sumber dana. Akibatnya, melalui politik transaksional partai-partai berjuang untuk menempatkan orang-orangnya di lembaga negara yang dianggapnya “basah”. Iya kalau seleksi bisa menghasilkan orang-orang yang memiliki integritas dan kredibelitas tinggi. Kalau tidak? Kalau tidak, ya seperti yang terjadi pada Ketua MK Akil Mochtar itu. Kasus Akil Mochtar adalah salah satu akibat dari sistem yang perlu ditata kembali. Menata kembali sistem politik dan ketatanegaraan mutlak dilakukan, untuk mendapatkan pemimpin lembaga negara yang benar-benar dikehendaki oleh rakyat. Kita tidak bisa hanya disibukkan oleh masalah-masalah hilir. Kasus penangkapan koruptor oleh KPK ini terlihat “wah”, hebat, tetapi sesungguhnya bak menepuk air didulang tepercik muka sendiri. Wajah Indonesia semakin hancur di mata dunia. Sistem korup telah melempar anak bangsa ini tercerabut dari nilai-nilai warisan leluhur yang bercirikan welas-asih, nrima ing pandum, sepi ing pamrih rame ing gawe (saling berbelas-kasih, menerima sesuatu sesuai haknya, tidak ada pamrih dalam bekerja untuk mengabdi kepada negara). Kalau tidak segera dibenahi, hendak dibawa ke mana bangsa ini?

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT