ADVERTISEMENT

Mengejutkan! BNPT Sebut Hampir 80 Persen Konten Keagamaan di Medsos Berunsur Intoleran dan Radikal

Senin, 11 Oktober 2021 15:54 WIB

Share
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Ahmad Nur Wahid (tengah). (Foto: Luthfi)
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Ahmad Nur Wahid (tengah). (Foto: Luthfi)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT


SERANG, POSKOTA.CO.ID - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Ahmad Nur Wahid mengungkapkan 67 persen konten-konten keagamaan di media, terutama Media Sosial (Medsos), lebih didominasi oleh konten keagamaan yang intoleran dan radikal.

Hal itu mengacu dari hasil survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei terkait peranan media dalam kaitannya dengan terorisme dan radikalisme. 

"Hal ini perlu kewaspadaan kita semua apalagi peran media sangat signifikan dalam memecah-belah masyarakat," katanya saat menjadi Narasumber dalam acara launching gerakan kewaspadaan dini masyarakat untuk membangun narasi media dalam pencegahan radikalisme yang digagas oleh FKPT Banten, Senin (11/10/2021). 

Untuk itu, lanjutnya, peran media sangat signifikan dalam melakukan kontra radikalisasi, terutama kontra idiologi, propaganda dan kontra narasi, terutama narasi keagamaan. 

"Makanya pendekatan bidang agama, seni dan budaya dan bidang perempuan dan anak terus kami lakukan sebagai bentuk pencegahan," katanya. 

Selain itu, lanjutnya, BNPT juga melakukan pendekatan bidang pemuda dan pendidikan kemudian bidang media sebagai propaganda ataupun media kontra narasi terhadap serangan terorisme dan radikalisme. Kemudian dalam bidang riset BNPT melakukan penelitian. 

"Penelitian itu dilakukan untuk melihat sejauh mana kekuatan radikalisme dan terorisme menyebar, dan melakukan mapping potensi kemunculannya melalui Indeks kemunculan terorisme yang ada di masing-masing Provinsi," ungkapnya. 

Diakui Wahid, strategi kaum radikal dalam memecah persatuan bangsa itu ada tiga. Pertama mereka membiaskan sejarah bangsa atau menyesatkannya, supaya hilang jadi diri dan kehormatan sebagai anak bangsa. 

"Lalu mereka menghancurkan budaya dan kearifan lokal dengan narasi bid'ah dan sesat. Silaturahmi dan gotong royong mereka tolak supaya timbul individu dalam kelompok masyarakat," katanya. 

Wahid menjelaskan, kalau masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan itu semua, masyarakat akan berindividu dan berpotensi untuk dipecah belah. 

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT